Laman

Minggu, 04 Januari 2004

Melongok Taj Mahal Ciputat

Sukses di dunia penerbitan buku, ia membuka konsultasi gratis dan membentuk Sarekat Wirausaha Islam Terpadu (SWIT).  
 

planetden.com
Kepepet dapat melahirkan kreatifitas? Itulah Yudi Pramuko, yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan majalah Islam anak-anak. Saat tidak punya uang dan harus mencukupi kebutuhan istri beserta empat anaknya untuk bisa hidup “layak”, maka muncullah kreatifitas berwirausaha.

Awalnya ia sempat ragu karena belum tahu jalan dan hanya punya uang 260 ribu rupiah dalam buku tabungan. Namun, dengan bismilla hirrohman nirrohim, ia berani mencoba berbuat sesuatu: menerbitkan buku karangan sendiri. Tentu saja, untuk menutup biaya kekuranganya dengan meminjam uang. Ia pinjam sebesar delapan juta rupiah dari ibundanya pada Nopember 2002, hasil dari menjual rumah. “Saya meminjam dengan perjanjian sepuluh bulan akan dilunasi tanpa bunga,” ungkap mantan penyiar beberapa radio swasta Islam di Jakarta ini.  


Ternyata, hanya dalam waktu beberapa bulan, lima serial buku yang mengisahkan KH Abdullah Gymnastiar (AA Gym) laris terjual. Buku-buku tersebut adalah Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis AA Gym; AA Gym, Wajah Sejuk Islam Asia; Kalahnya AA Gym oleh Inul; Raport Biru AA Gym Undercover; dan Tasauf Modern AA Gym-Siti Nurhaliza Apa Adanya.

Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, sengaja mengusung AA Gym karena sang kyai sejuk asal Bandung itu lagi naik daun. “Saya mengambil momentum itu agar bisa masuk pasar,” ungkap Yudi terus terang.

Setelah itu, Yudi kembali menerbitkan lima serial buku Sukses Besar Tanpa Gelar dan tiga buku lainnya, yang juga karangan sendiri. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, ia sudah melahirkan 14 judul buku. Dan, semua buku itu laris di pasar.

Yudi merasa dengan berwirausaha sendiri, banyak keuntungan yang didapat, ketimbang naskah buku diserahkan ke penerbit lain. Ia mengibaratkan orang yang menginginkan teh manis, bila tidak mencicipi sendiri, tidak bakal merasakannya. Pahit getir dan manis asinnya jadi pengarang buku sekaligus penerbit buku-bukunya sendiri, merupakan pengalaman yang menjadi ilmu yang dianugerahkan Allah SWT di saat yang bersangkutan terus-menerus bergerak, berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dijumpainya di perjalanan wirausaha yang baru dimulainya. Sementara sang penonton, tukang kritik, dan para pengamat paling jauh hanya berkomentar. Mereka tidak banyak membantu karena dalam hatinya kadang ada yang iri dan ingin sang perintis jalan itu segera jatuh di depan matanya.

Namun, Yudi tidak ambil peduli atas sikap yang tidak terpuji itu. Ia berjalan terus.Ia memulai dengan diri sendiri, “Bukankah amal yang terbaik menurut Rasulillah jika dikerjakan dengan kedua belah tangan sendiri?” ujar Yudi yang sempat juga mengenyam di Akademi Dakwah dan Bahasa Arab Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jakarta ini.

“Jika omset masih di bawah 250 juta rupiah, bisa ditangani sendiri. Tapi, bila omset di atas nilai itu atau mencetak di atas 50 ribu buku, bolehlah menggaji seorang tetangga, lulusan SMK jurusan akuntasi untuk membantu administrasi. Sementara sang pengarang tetap berkarya dengan tekun untuk diterbitkan lagi,” tambah Yudi yang pernah mendapat penghargaan Adikarya Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) 2002 terbaik dua, berkat bukunya: Hamka Pujangga Besar.

Tidak heran, setelah menerbitkan semua buku  karangan sendiri tersebut, suami dari Euis Halimah ini bisa mengantongi uang sekitar 640 juta rupiah! Selain telah melunasi hutang ibundanya sebelum jatuh tempo, ia mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga dan membeli segala perlengkapan kantor, sebagai bentuk investasi dan modal kerja untuk melahirkan naskah-naskah buku lainnya. Bahkan, sekarang ini sudah ada 15 naskah buku  baru lagi karangan sendiri yang siap cetak.

Yudi pun tidak lupa menyisihkan lima persen dari hasil keuntungan itu kepada kaum janda, fakir miskin dan yatim piatu. Dan, dalam merayakan Idul Adha tiga tahun terakhir ini, ia mampu berkurban beberapa ekor kambing, “Padahal, sebelumnya saya tidak pernah berkurban. Alhamdulillah, ini semua berkah dari wirausaha sendiri,” tutur Yudi merendah.

Tidak hanya itu, wawasan, kemampuan manajerial, dan teman bisnis Yudi bertambah. Ia juga mendapat citra positif. Dalam arti cara pandang orang lain kepada dirinya menjadi lebih positif, baik lewat SMS, Surat, maupun telepon. Semua masukan diterima dengan lapang dada dan menjadi bahan perbaikan dalam melangkah wirausaha selanjutnya.

Saat baru menerbitkan lima serial buku AA Gym itu, Abuya Syech Ashari Muhammad At-Tamimi, pimpinan Rufaqa Internasional (kelanjutan Darul Aram) yang berbasis di Malaysia, sempat mengundang Yudi untuk datang di markasnya pada 29 Agustus 2003 lalu. Pasalnya, dalam lima serial buku itu, Yudi mencoba membandingkan gerakan dakwah dan bisnis AA Gym dengan gerakan Rufaqa Internasional tersebut. Rupanya, Ashari Muhammad tertarik dan ingin berdialog dengan Yudi.

Sayangnya, Yudi tidak bisa memenuhi undangan gratis selama tiga hari tersebut karena bertepatan dengan ‘perayaan’ ulang tahun ibundanya yang ke-70 di Parung, Bogor. “Saya lebih mementingkan ulang tahun ibu saya karena saya berpandangan bahwa kunci sukses itu harus lebih dekat ke ibu dahulu. Dalam konteks bisnis, kalau tidak mendapat restu dari orangtua, maka jangan bermimpi seseorang bisa sukses,” tegas Yudi.

Nah, berkat doa restu ibu dan selalu menyenangkan orangtuanya itu, kesuksesan Yudi terus mengalir. Seperti bola salju yang menggelinding, ia membuahkan banyak karya.

Selain sudah punya penerbitan dengan nama Taj Mahal dan menerbitkan naskah-naskah buku karangan sendiri, Yudi juga mengembangkan sebelas merek baru, antara lain, Abata (Anak dan Balita), Mahar (Mahasiswa dan Remaja), Qomi Quran (khusus komik Islam), Halimah, Jibril’s Wings, Kids Publishing, Robbana, Studio daVinci, Ciputat Center, Teach & Tauch, serta Fara Stories. Ia juga mendirikan Q-Kuadrat Production (yang usahanya mengeluarkan film-film Islam) dan Taj Mahal TV, serta distributor produk-produk islami dengan nama Al-Hambra Spanyol.  

Khusus untuk Taj Mahal TV, Yudi akan mengarahkan ‘industrinya’ pada bidang production house (PH), dan tidak menutup kemungkinan ke stasiun TV. “Seperti AA Gym dalam membuat MQ TV, awalnya hanya menjual merek, kemudian berkembang memproduksi PH dan stasiun TV,” ujar Yudi, yang sebelum menerbitkan buku-buku karangannya sendiri telah menulis puluhan buku Islam.

Pada tahap awal, Yudi melalui bendera Taj Mahal TV, akan meluncurkan sebuah VCD yang berisi tokoh dirinya, yang sukses menerbitkan buku karangan sendiri. Bersamaan dengan itu, ia akan meluncurkan sebuah buku baru, yang juga karangannya sendiri. “Insa Allah dua bulan lagi beredar di pasar,” janjinya.

Semua wirausaha itu, Yudi lakukan di kawasan Ciputat atau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia memang bertekad menjadikan kawasan itu dan sekitarnya sebagai pusat kawasan wirausaha penerbitan buku, khususnya. “Semoga suatu hari berdiri lebih dari 50 penerbit buku sebagai home industry di rumah-rumah penduduk. Karena dakwah melalui lisan saja tidak lagi memadai,” kata Yudi.

Guna membagi ilmu dan pengetahuannya dalam menerbitkan sebuah buku, Yudi membuka konsultasi gratis sepanjang waktu. Bisa lewat telepon, e-mail atau datang langsung ke rumahnya di daerah Ciputat, sebelah selatan Jakarta. Ia juga sering memberikan ilmunya itu di berbagai seminar atau dialog di berbagai perguruan tinggi.

Melalui “anak-anak didiknya” itu, ia telah mendorong lahirnya 16 industri penerbitan baru yang tersebar di beberapa kota. Dan, semua penerbitan itu berjalan sukses. Bahkan, guna mendorong tumbuhnya dakwah dan bisnis dari rumah, memperkukuh gerakan ekonomi syariah dari bawah, dan membangkitkan semangat dan praktik kewirausahaan dan profesionalisme, Yudi juga membentuk Sarekat Kewirausahaan Islam Terpadu (SWIT), pada Februari 2005 lalu.

SWIT berusaha menyerap percobaan dan aneka kebajikan yang dirintis Rufaqa Internasional dan gerakan dakwah dan bisnis lainnya, seperti AA Gym dengan MQ Corporation-nya. Caranya, dengan mewujudkan wirausaha Islam, yang dioperasikan dan digerakkan oleh orang-orang yang ingin memiliki bisnis sendiri, dan tidak sekadar menjadi karyawan. “Bila anda tertarik dengan gerakan pelanjut Sarekat Dagang Islam yang didirikan KH. Samanhudi, pada 1905 itu, mari bergabung,” ajak Yudi setengah promosi.

Menurut Yudi, SWIT berusaha melengkapi gerakan dakwah dan bisnis ‘AA Gymisme’. AA Gym membatasi pendirian tiga cabang Daarut Tauhiid di tiga kota, ayitu Bandung, Jakarta, dan Batam. Sementara 20 perusahaan di bawah MQ Corporation, milik AA Gym sendiri. Untuk mempelajari semangat dan praktik wirausaha ala AA Gym orang harus ke Bandung yang mekana biaya yang tidak kecil dan juga makan waktu. Oleh karena itu, dari segi gerakan Daarut Tauhid MQ Corporation terkesan elitis serta bertumpu pada AA Gym sebagai actor intelektualnya dan sukar dijadikan sumber belajar yang murah, efektif, cepat, dan mudah dijangkau. “Nah, kalau SWIT berusaha melakukan de-centring, dengan cara mendirikan berbagai cabang di berbagai desa, kecamatan, kelurahan, dan di seluruh propinsi di Indonesia,” tutur Yudi yang pernah menikmati program MBA STIE Trianandra in Collaboration with Hogesschool van Utrech The Netherlands, konsentrasi marketing.

Karena SWIT sebuah gerakan dakwah dan bisnis rakyat bawah, pendirian cabang di sebuah kawasan haruslah dibuktikan dengan adanya sedikitnya sebuah unit bisnis. “Hanya dengan cara inilah, SWIT diharapkan benar-benar mendorong secara kongkrit anggotanya, untuk mendirikan sebuah aktivitas bisnis secara nyata. Gerakan dan dakwah ini SWIT ini didesain untuk ‘memaksa’ anggotanya untuk berani bertindak memulai dakwah dan bisnis apa saja, yang halal, meskipun kecil dan sederhana,” urai Yudi.

Tidak heran, bila gerakan SWIT hanya dalam beberapa bulan saja sudah disambut di beberapa kota atau kabupaten di Indonesia. Hingga saat ini tidak kurang 40 cabang di seluruh Indonesia terdapat SWIT.

Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah Islam Firdaus


Tidak ada komentar:

Posting Komentar