Sukses di dunia
penerbitan buku, ia membuka konsultasi gratis dan membentuk Sarekat Wirausaha
Islam Terpadu (SWIT).
planetden.com |
Awalnya
ia sempat ragu karena belum tahu jalan dan hanya punya uang 260 ribu rupiah
dalam buku tabungan. Namun, dengan bismilla
hirrohman nirrohim, ia berani mencoba berbuat sesuatu: menerbitkan buku
karangan sendiri. Tentu saja, untuk menutup biaya kekuranganya dengan meminjam
uang. Ia pinjam sebesar delapan juta rupiah dari ibundanya pada Nopember 2002,
hasil dari menjual rumah. “Saya meminjam dengan perjanjian sepuluh bulan akan
dilunasi tanpa bunga,” ungkap mantan penyiar beberapa radio swasta Islam di
Jakarta ini.
Ternyata,
hanya dalam waktu beberapa bulan, lima serial buku yang mengisahkan KH Abdullah
Gymnastiar (AA Gym) laris terjual. Buku-buku tersebut adalah Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis AA Gym; AA
Gym, Wajah Sejuk Islam Asia; Kalahnya AA Gym oleh Inul; Raport Biru AA Gym
Undercover; dan Tasauf Modern AA Gym-Siti
Nurhaliza Apa Adanya.
Alumni
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, sengaja mengusung AA
Gym karena sang kyai sejuk asal Bandung itu lagi naik daun. “Saya mengambil
momentum itu agar bisa masuk pasar,” ungkap Yudi terus terang.
Setelah
itu, Yudi kembali menerbitkan lima serial buku Sukses Besar Tanpa Gelar dan tiga buku lainnya, yang juga karangan
sendiri. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, ia sudah melahirkan 14 judul buku.
Dan, semua buku itu laris di pasar.
Yudi
merasa dengan berwirausaha sendiri, banyak keuntungan yang didapat, ketimbang
naskah buku diserahkan ke penerbit lain. Ia mengibaratkan orang yang
menginginkan teh manis, bila tidak mencicipi sendiri, tidak bakal merasakannya.
Pahit getir dan manis asinnya jadi pengarang buku sekaligus penerbit
buku-bukunya sendiri, merupakan pengalaman yang menjadi ilmu yang dianugerahkan
Allah SWT di saat yang bersangkutan terus-menerus bergerak, berusaha mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dijumpainya di perjalanan wirausaha yang baru
dimulainya. Sementara sang penonton, tukang kritik, dan para pengamat paling
jauh hanya berkomentar. Mereka tidak banyak membantu karena dalam hatinya
kadang ada yang iri dan ingin sang perintis jalan itu segera jatuh di depan
matanya.
Namun,
Yudi tidak ambil peduli atas sikap yang tidak terpuji itu. Ia berjalan terus.Ia
memulai dengan diri sendiri, “Bukankah amal yang terbaik menurut Rasulillah
jika dikerjakan dengan kedua belah tangan sendiri?” ujar Yudi yang sempat juga
mengenyam di Akademi Dakwah dan Bahasa Arab Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Jakarta ini.
“Jika
omset masih di bawah 250 juta rupiah, bisa ditangani sendiri. Tapi, bila omset
di atas nilai itu atau mencetak di atas 50 ribu buku, bolehlah menggaji seorang
tetangga, lulusan SMK jurusan akuntasi untuk membantu administrasi. Sementara
sang pengarang tetap berkarya dengan tekun untuk diterbitkan lagi,” tambah Yudi
yang pernah mendapat penghargaan Adikarya Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia)
2002 terbaik dua, berkat bukunya: Hamka
Pujangga Besar.
Tidak
heran, setelah menerbitkan semua buku karangan sendiri tersebut, suami dari Euis
Halimah ini bisa mengantongi uang sekitar 640 juta rupiah! Selain telah
melunasi hutang ibundanya sebelum jatuh tempo, ia mampu mencukupi kebutuhan
rumah tangga dan membeli segala perlengkapan kantor, sebagai bentuk investasi
dan modal kerja untuk melahirkan naskah-naskah buku lainnya. Bahkan, sekarang
ini sudah ada 15 naskah buku baru lagi karangan
sendiri yang siap cetak.
Yudi
pun tidak lupa menyisihkan lima persen dari hasil keuntungan itu kepada kaum
janda, fakir miskin dan yatim piatu. Dan, dalam merayakan Idul Adha tiga tahun
terakhir ini, ia mampu berkurban beberapa ekor kambing, “Padahal, sebelumnya
saya tidak pernah berkurban. Alhamdulillah, ini semua berkah dari wirausaha
sendiri,” tutur Yudi merendah.
Tidak
hanya itu, wawasan, kemampuan manajerial, dan teman bisnis Yudi bertambah. Ia
juga mendapat citra positif. Dalam arti cara pandang orang lain kepada dirinya
menjadi lebih positif, baik lewat SMS, Surat, maupun telepon. Semua masukan
diterima dengan lapang dada dan menjadi bahan perbaikan dalam melangkah
wirausaha selanjutnya.
Saat
baru menerbitkan lima serial buku AA Gym itu, Abuya Syech Ashari Muhammad
At-Tamimi, pimpinan Rufaqa Internasional (kelanjutan Darul Aram) yang berbasis
di Malaysia, sempat mengundang Yudi untuk datang di markasnya pada 29 Agustus
2003 lalu. Pasalnya, dalam lima serial buku itu, Yudi mencoba membandingkan
gerakan dakwah dan bisnis AA Gym dengan gerakan Rufaqa Internasional tersebut.
Rupanya, Ashari Muhammad tertarik dan ingin berdialog dengan Yudi.
Sayangnya,
Yudi tidak bisa memenuhi undangan gratis selama tiga hari tersebut karena
bertepatan dengan ‘perayaan’ ulang tahun ibundanya yang ke-70 di Parung, Bogor.
“Saya lebih mementingkan ulang tahun ibu saya karena saya berpandangan bahwa kunci
sukses itu harus lebih dekat ke ibu dahulu. Dalam konteks bisnis, kalau tidak
mendapat restu dari orangtua, maka jangan bermimpi seseorang bisa sukses,”
tegas Yudi.
Nah,
berkat doa restu ibu dan selalu menyenangkan orangtuanya itu, kesuksesan Yudi
terus mengalir. Seperti bola salju yang menggelinding, ia membuahkan banyak
karya.
Selain
sudah punya penerbitan dengan nama Taj Mahal dan menerbitkan naskah-naskah buku
karangan sendiri, Yudi juga mengembangkan sebelas merek baru, antara lain,
Abata (Anak dan Balita), Mahar (Mahasiswa dan Remaja), Qomi Quran (khusus komik
Islam), Halimah, Jibril’s Wings, Kids Publishing, Robbana, Studio daVinci,
Ciputat Center, Teach & Tauch, serta Fara Stories. Ia juga mendirikan
Q-Kuadrat Production (yang usahanya mengeluarkan film-film Islam) dan Taj Mahal
TV, serta distributor produk-produk islami dengan nama Al-Hambra Spanyol.
Khusus
untuk Taj Mahal TV, Yudi akan mengarahkan ‘industrinya’ pada bidang production
house (PH), dan tidak menutup kemungkinan ke stasiun TV. “Seperti AA Gym dalam
membuat MQ TV, awalnya hanya menjual merek, kemudian berkembang memproduksi PH
dan stasiun TV,” ujar Yudi, yang sebelum menerbitkan buku-buku karangannya
sendiri telah menulis puluhan buku Islam.
Pada
tahap awal, Yudi melalui bendera Taj Mahal TV, akan meluncurkan sebuah VCD yang
berisi tokoh dirinya, yang sukses menerbitkan buku karangan sendiri. Bersamaan
dengan itu, ia akan meluncurkan sebuah buku baru, yang juga karangannya
sendiri. “Insa Allah dua bulan lagi beredar di pasar,” janjinya.
Semua
wirausaha itu, Yudi lakukan di kawasan Ciputat atau UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ia memang bertekad menjadikan kawasan itu dan sekitarnya sebagai pusat
kawasan wirausaha penerbitan buku, khususnya. “Semoga suatu hari berdiri lebih
dari 50 penerbit buku sebagai home
industry di rumah-rumah penduduk. Karena dakwah melalui lisan saja tidak
lagi memadai,” kata Yudi.
Guna
membagi ilmu dan pengetahuannya dalam menerbitkan sebuah buku, Yudi membuka
konsultasi gratis sepanjang waktu. Bisa lewat telepon, e-mail atau datang
langsung ke rumahnya di daerah Ciputat, sebelah selatan Jakarta. Ia juga sering
memberikan ilmunya itu di berbagai seminar atau dialog di berbagai perguruan
tinggi.
Melalui
“anak-anak didiknya” itu, ia telah mendorong lahirnya 16 industri penerbitan
baru yang tersebar di beberapa kota. Dan, semua penerbitan itu berjalan sukses.
Bahkan, guna mendorong tumbuhnya dakwah dan bisnis dari rumah, memperkukuh
gerakan ekonomi syariah dari bawah, dan membangkitkan semangat dan praktik
kewirausahaan dan profesionalisme, Yudi juga membentuk Sarekat Kewirausahaan
Islam Terpadu (SWIT), pada Februari 2005 lalu.
SWIT
berusaha menyerap percobaan dan aneka kebajikan yang dirintis Rufaqa
Internasional dan gerakan dakwah dan bisnis lainnya, seperti AA Gym dengan MQ
Corporation-nya. Caranya, dengan mewujudkan wirausaha Islam, yang dioperasikan
dan digerakkan oleh orang-orang yang ingin memiliki bisnis sendiri, dan tidak
sekadar menjadi karyawan. “Bila anda tertarik dengan gerakan pelanjut Sarekat
Dagang Islam yang didirikan KH. Samanhudi, pada 1905 itu, mari bergabung,” ajak
Yudi setengah promosi.
Menurut
Yudi, SWIT berusaha melengkapi gerakan dakwah dan bisnis ‘AA Gymisme’. AA Gym membatasi
pendirian tiga cabang Daarut Tauhiid di tiga kota, ayitu Bandung, Jakarta, dan
Batam. Sementara 20 perusahaan di bawah MQ Corporation, milik AA Gym sendiri.
Untuk mempelajari semangat dan praktik wirausaha ala AA Gym orang harus ke
Bandung yang mekana biaya yang tidak kecil dan juga makan waktu. Oleh karena
itu, dari segi gerakan Daarut Tauhid MQ Corporation terkesan elitis serta
bertumpu pada AA Gym sebagai actor intelektualnya dan sukar dijadikan sumber
belajar yang murah, efektif, cepat, dan mudah dijangkau. “Nah, kalau SWIT
berusaha melakukan de-centring,
dengan cara mendirikan berbagai cabang di berbagai desa, kecamatan, kelurahan,
dan di seluruh propinsi di Indonesia,” tutur Yudi yang pernah menikmati program
MBA STIE Trianandra in Collaboration with
Hogesschool van Utrech The Netherlands, konsentrasi marketing.
Karena
SWIT sebuah gerakan dakwah dan bisnis rakyat bawah, pendirian cabang di sebuah
kawasan haruslah dibuktikan dengan adanya sedikitnya sebuah unit bisnis. “Hanya
dengan cara inilah, SWIT diharapkan benar-benar mendorong secara kongkrit
anggotanya, untuk mendirikan sebuah aktivitas bisnis secara nyata. Gerakan dan
dakwah ini SWIT ini didesain untuk ‘memaksa’ anggotanya untuk berani bertindak
memulai dakwah dan bisnis apa saja, yang halal, meskipun kecil dan sederhana,”
urai Yudi.
Tidak
heran, bila gerakan SWIT hanya dalam beberapa bulan saja sudah disambut di
beberapa kota atau kabupaten di Indonesia. Hingga saat ini tidak kurang 40
cabang di seluruh Indonesia terdapat SWIT.
Domery
Alpacino
Catatan:
Pernah dimuat di majalah Islam Firdaus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar