Selepas lulus sarjana strata satu Undip pada 1990, Domery Alpacino bekerja sebagai penulis buku-buku
pelajaran di salah satu penerbitan ternama di Jakarta selama satu tahun. Karier jurnalistiknya dimulai pada 1991. Ia menjadi reporter majalah mingguan berita EDITOR --
majalah mingguan berita pertama pecahan majalah Tempo -- hingga dibredel
rezim Orde Baru pada 1994. Ia kemudian bergabung di majalah
mingguan berita TIRAS sebagai redaktur pada 1995 hingga ditutup
pada 1998. Pada awal reformasi, penulis sempat "mengajar" tentang dunia pers di kursus jurnalistik, Jakarta, sekitar satu tahun.
Penulis pada 1998 bergabung di tabloid berita REALITAS -- Media group, milik Surya Paloh -- sebagai redaktur. Genap satu tahun, tabloid ini ditutup. Penulis kemudian bergabung di koran Merdeka untuk beberapa bulan lamanya sebagai penulis redaktur khusus politik. Keluar dari koran Merdeka, penulis menjadi redaktur di majalah TEKNOLOGI di bawah pemimpin redaksi Wiranto Arismunandar, mantan rektor ITB, sekitar dua tahun lamanya.
Penulis pernah bekerja di majalah Islam Alkisah dan Firdaus sekitar satu tahun setengah (sebagian hasil tulisan bisa dilihat pada blogspot ini). Turut bergabung di majalah ini sejumlah mantan wartawan senior majalah Tempo, seperti Harun Musawa, mas Budiono, Syubah Asa, dan Mustafa Helmi.
Saat bergabung di majalah Alkisah dan Firdaus, penulis sempat kuliah strata dua di Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI, Jakarta, jurusan Manajemen Keuangan, lulus 2005.
Penulis juga pernah bekerja beberapa bulan di website kesehatan dan sebuah TV jaringan. Penulis pernah bekerja pula sebagai penulis lepas di majalah Matra, majalah Ekonomi, dan beberapa majalah hiburan. Pada 2007 penulis aktif di sebuah LSM antinarkoba dan ikut mendirikan majalah HealthNews, majalah pertama gaya hidup di Indonesia yang membahas persoalan narkoba, hingga majalah tersebut mendapat penghargaan dari PBB.
Pada awal 1996 hingga April 2007, penulis bekerja sebagai redaktur di koran harian Jurnal Nasional. Dan sejak Juli 2007 penulis menjadi reporter di MetroTV hingga sekarang.
Penghargaan
Saat kuliah di Undip, sejak semester tiga hingga lulus Domery Alpacino mendapat beasiswa Supersemar karena prestasi akademiknya. Hasil wawancara penulis dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin diterbitkan dalam bagian buku "Pers Bertanya Bang Ali Menjawab". Penulis bersama tiga rekan wartawan lain menulis buku biografi mantan Kasum Letjen TNI (Purn.) Soeyono, "Soeyono Bukan Puntung Rokok". Bersama tiga wartawan itu pula, penulis terlibat dalam penulisan buku “TIDAR: Bhakti Tiada Akhir” yang merupakan catatan refleksi 40 tahun pengabdian Angkatan 1965 Akademi Militer Nasional (AMN), yang pentolannya antara lain Theo Syafei yang sangat berperan dalam penangkapan Xanana Gusmao yang kini menjadi presiden Timor Leste. Selain itu, penulis bersama wartawan senior LKBN Antara, Akhmad Kusaeni menulis buku "Kasus Asabri, Subarda Bicara".
Penulis pada 2002 mendapat penghargaan Sido Muncul Award sebagai penulis terbaik bidang masalah sosial, sementara pada 1999 penulis terbaik Sido Muncul Award diraih Arswendo Atmowiloto, wartawan senior dan penulis sejumlah novel ternama.
Pada 2013 penulis mendapat piagam penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penulis kreatif terbaik dalam liputan pendidikan di Sabah, Malaysia, dan karena prestasinya itu mendapat penghargaan dari MetroTV dalam bentuk uang sebesar Rp3.000.000,- Lumayan, untuk tambah-tambah dapur ngebul.
Penulis pada 1998 bergabung di tabloid berita REALITAS -- Media group, milik Surya Paloh -- sebagai redaktur. Genap satu tahun, tabloid ini ditutup. Penulis kemudian bergabung di koran Merdeka untuk beberapa bulan lamanya sebagai penulis redaktur khusus politik. Keluar dari koran Merdeka, penulis menjadi redaktur di majalah TEKNOLOGI di bawah pemimpin redaksi Wiranto Arismunandar, mantan rektor ITB, sekitar dua tahun lamanya.
Penulis pernah bekerja di majalah Islam Alkisah dan Firdaus sekitar satu tahun setengah (sebagian hasil tulisan bisa dilihat pada blogspot ini). Turut bergabung di majalah ini sejumlah mantan wartawan senior majalah Tempo, seperti Harun Musawa, mas Budiono, Syubah Asa, dan Mustafa Helmi.
Saat bergabung di majalah Alkisah dan Firdaus, penulis sempat kuliah strata dua di Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI, Jakarta, jurusan Manajemen Keuangan, lulus 2005.
Penulis juga pernah bekerja beberapa bulan di website kesehatan dan sebuah TV jaringan. Penulis pernah bekerja pula sebagai penulis lepas di majalah Matra, majalah Ekonomi, dan beberapa majalah hiburan. Pada 2007 penulis aktif di sebuah LSM antinarkoba dan ikut mendirikan majalah HealthNews, majalah pertama gaya hidup di Indonesia yang membahas persoalan narkoba, hingga majalah tersebut mendapat penghargaan dari PBB.
Pada awal 1996 hingga April 2007, penulis bekerja sebagai redaktur di koran harian Jurnal Nasional. Dan sejak Juli 2007 penulis menjadi reporter di MetroTV hingga sekarang.
Penghargaan
Saat kuliah di Undip, sejak semester tiga hingga lulus Domery Alpacino mendapat beasiswa Supersemar karena prestasi akademiknya. Hasil wawancara penulis dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin diterbitkan dalam bagian buku "Pers Bertanya Bang Ali Menjawab". Penulis bersama tiga rekan wartawan lain menulis buku biografi mantan Kasum Letjen TNI (Purn.) Soeyono, "Soeyono Bukan Puntung Rokok". Bersama tiga wartawan itu pula, penulis terlibat dalam penulisan buku “TIDAR: Bhakti Tiada Akhir” yang merupakan catatan refleksi 40 tahun pengabdian Angkatan 1965 Akademi Militer Nasional (AMN), yang pentolannya antara lain Theo Syafei yang sangat berperan dalam penangkapan Xanana Gusmao yang kini menjadi presiden Timor Leste. Selain itu, penulis bersama wartawan senior LKBN Antara, Akhmad Kusaeni menulis buku "Kasus Asabri, Subarda Bicara".
Penulis pada 2002 mendapat penghargaan Sido Muncul Award sebagai penulis terbaik bidang masalah sosial, sementara pada 1999 penulis terbaik Sido Muncul Award diraih Arswendo Atmowiloto, wartawan senior dan penulis sejumlah novel ternama.
Pada 2013 penulis mendapat piagam penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penulis kreatif terbaik dalam liputan pendidikan di Sabah, Malaysia, dan karena prestasinya itu mendapat penghargaan dari MetroTV dalam bentuk uang sebesar Rp3.000.000,- Lumayan, untuk tambah-tambah dapur ngebul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar