Bekas penginjil ini menemukan
kebenaran Islam dalam buku kusam. Dulu pendeta, kini ustaz.
acehselatan.com |
Suaranya mantap, nada
ceramahnya pun keras. Kalimat-kalimatnya mudah dipahami, ia selalu
menyisipkan dalil-dalil Alquran dan hadis dengan fasih. Ia pun mampu menjawab
semua keluhan dan pertanyaan jemaah yang bermasalah dengan bijak. Dan tak
ketinggalan, ia pun memberikan resep jitu berlandaskan Alquran dan hadis.
Tak heran, bila banyak jemaah terkesima dan
mengangguk-anggukkan kepala. Tapi, tak sedikit pula jemaah yang mencurigainya.
Seperti ketika ia berdakwah di Sumatera Barat belum lama ini. Beberapa jemaah
mencurigai Nababan sebagai orang Nasrani yang disisipkan untuk menghancurkan Islam
dari dalam. Lho? Bisa dimaklum, sebab ia adalah mantan penginjil. Tapi
sudah 11 tahun ia memurnikan kembali agamanya setelah menemuan kebenaran Islam.
Dan kini ia sangat fasih menguasai Alquran dan hadis.
Lantas, bagaimana sikap Ustaz Nababan? Ia sama sekali tak
tersinggung atau marah sedikit pun. Ia bahkan menilai sikap seperti itu sebagai
sesuatu yang wajar. “Saya memakluminya, karena mereka begitu cinta pada Islam.
Tidak mungkin mereka curiga kalau tidak mencintai Islam,” katanya. Pada suatu
malam, sepulang dari tablig akbar di Bekasi, Jawa Barat, ia diberondong
tembakan saat diantar oleh panitia dengan mobil BMW. Alhamdulillah, ia
selamat tapi kaca mobil depan hancur. Ia menduga motif penembakan itu: mungkin
ceramahnya terlalu keras hingga melukai umat agama lain, atau penembakan itu
dilakukan oleh orang Islam sendiri yang mencurigainya sebagai mualaf.
Apapun yang terjadi, ia bertekad tetap berdakwah sampai
akhir hayat. Sejak menemukan kebenaran Islam, baginya dakwah merupakan
panggilan jiwa. Ia ingin berdakwah dengan ikhlas. Karena itu ia agak sungkan
untuk menerima imbalan. “Keinginan saya semula begitu. Sebab, Nabi dan para
sahabat berdakwah tanpa mengarapkan materi. Sebaliknya, mereka memanfaatkan
semua potensi untuk syiar Islam,” ujarnya mantap.
Proses Dialog
Hanya saja, karena tidak ada pekerjaan lain kecuali berdakwah, mau tak mau, ia menerima juga sekedar uang transpor dan untuk keperluan keluarga. “Tapi, saya tidak mau menerima uang transpor yang berlebihan. Sekarang ini kan banyak orang kaya karena berdakwah. Padahal, mestinya kita berjuang untuk Islam dengan ikhlas,” katanya lagi.
muhammad-areev.blogspot.com |
Sejak menemukan kebenaran Allah pada 1991, Ustaz Nababan sudah mengislamkan lebih dari 200 orang Nasrani maupun agama lainnya. Mereka rata-rata sarjana yang berwawasan luas. Proses penerimaan Islam itu biasanya melalui dialog atau diskusi yang amat panjang. Setelah yakin betul apa dan bagaimana sesungguhnya Islam itu, mereka baru benar-benar yakin. Nababan sendiri menemukan kebenaran melalui proses dialog yang juga sangat panjang.
Anak dari pasangan Wilmar Nababan dan Setia Siregar ini mula-mula
mengimani agama Kristen Protestan. Bahkan ayahnya adalah seorang penginjil
ternama di Sumatera Utara, sementara ibunya sering memimpin paduan suara
lagu-lagu kerohanian di gereja. Lahir di Tebingtinggi, Sumatera Utara, 10
Nopember 1966, Nababan mendapat pendidikan nilai-nilai Kristen Protestan. Sejak
berusia empat tahun, anak ketiga dari tujuh bersaudara ini, sudah mengikuti
sekolah minggu. “Kalau tidak ke sekolah minggu saya sering ditakut-takuti masuk
neraka. Sebaliknya, bila rajin saya mendapat uang,” kenang Nababan.
Seiring dengan bertambahnya usia, Nababan yang dulu punya nama baptis
Bernard, semakin tebal keimanannya dalam beragama. Ia sering mengikuti lomba
membaca liturgi, pembacaan ayat-ayat Injil. Karena suaranya merdu, ia pun jadi
terkenal di kalangan jemaat gereja. Belakangan ia masuk seminari dan menjadi
penginjil. Saat itu, ia berkeyakinan, Kristen adalah agama paling benar, dan
penganut agama lain harus “diselamatkan”. Maka, tak segan-segan ia keluar masuk
kampung mendakwahkan agama Protestan, sambil berpura-pura memperhatikan dan
menyantuni kehidupan penduduk.
Suatu hari, ketika sedang menjalankan “misi penyelamatan”
di Simalungun, Sumatera Utara, ia bertemu dengan seorang pedagang keliling asal
Madura di pinggir jalan. Mereka pun saling berkenalan, dan obrolan pun sampai
ke soal-soal agama. Pedagang keliling itu katanya ingin seperti Wali Songo,
berdagang sambil berdakwah. Ia juga tahu persis bahwa Nababan ialah seorang
penginjil. Di akhir obrolan, pedagang keliling itu memperlihatkan sebuah buku
yang sudah lapuk, warnanya kuning kusam, sebagian isinya hilang. Judul buku
itu, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, antara Kyai Bahauddin Muthori dari
Madura dan Pendeta Antonius Suduri, 1970. Diceritakan, pendeta itu akhirnya
masuk Islam karena kalah dalam perdebatan.
Kyai Bahaudin
![]() |
my-paris.club |
Ternyata Kyai Bahauddin sudah wafat. Maka Nababan pun dipertemukan
dengan seorang kyai lain yang ahli dalam hal perbandingan agama. Merasa tidak
puas, ia pun berkeliling dari satu kyai ke kyai lain. Setiap kali bertemu
dengan seorang kyai, ia selalu mengajak dialog dengan tema kelemahan dan
kelebihan Kristen dan Islam. Ia juga banyak membaca sejumlah buku. Terutama
buku-buku yang menyoroti kelemahan agama Kristen. Di ujung pencariannya, ia
bertemu dengan KH Khatib Umar, pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum,
Jember. Usai berdialog panjang-lebar menelisik apa dan bagaimana sesungguhnya
Islam, Nababan pun mendapat hidayah Allah: ia membaca kalimat syahadat di
hadapan Kyai Khatib Umar. Nama baptisnya, Bernard, diganti dengan Syamsul
Arifin. “Saya menerimanya dengan sukacita,” tuturnya dengan senyum.
Banyak faktor mengapa Nababan memeluk Islam. Selain
dengan Kyai Khatib, dari bacaan-bacaannya ia melihat Islam sebagai agama untuk
semesta alam, rahmatan lil ‘alamin. Selain itu, ia melihat begitu
disiplinnya orang Islam melaksanakan salat lima waktu. Sejak pagi-pagi buta
mereka sudah menyembah Tuhan, sementara orang Kristen hanya sekali seminggu.
“Ketika saya bandingkan dengan Alquran, memang banyak sekali kelemahan pada
Alkitab,” katanya. Hal lain yang ia amati ialah, mesjid dibuka 24 jam dan
selalu ramai dikunjungi orang; kebersihannya pun terjamin. Selain itu, dari
buku-buku yang ia baca, ternyata Islam lebih mendetil bicara soal kehidupan,
baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. “Ketika saya mempelajari buku-buku
mengenai Islam secara serius, apa yang selama ini saya dapatkan dari agama
Kristen ternyata semuanya ada dalam Alquran, bahkan jauh lebih sempurna,” kata
lagi.
Secara Kaffah
Begitulah, akhirnya pada usia 27 tahun, ia memutuskan
memeluk Islam sebagai agamanya. “Ketika masuk Islam, tidak ada keraguan lagi
dalam jiwa saya. Saya memang ingin masuk Islam secara total, secara kaffah,”
katanya dengan mantap. Ketika itu ia seperti mimpi. Sebab, sebelumnya mendengar
nama Islam saja ia sudah antipati. “Tapi, ternyata Allah punya rencana lain.
Dan ternyata pilihan saya adalah pilihan yang terbaik,” katanya lagi. Usai
membaiat Nababan sebagai muslim, Kyai Khatib menawarinya belajar di pondok
pesantrennya. Tentu saja ia menerimanya dengan suka cita. Di sinilah ia belajar
mengenai Islam selama dua tahun.
likecakra4.blogspot.com |
Mula-mula ia belajar membaca Alquran secara khusus,
langsung dibimbing oleh Kyai Khatib. Tak menyia-nyiakan waktu, kapan saja ia
bertanya kapada santri lain yang bacaannya sudah fasih. Hanya dalam satu
minggu, Nababan sudah mampu membaca Alquran dengan baik. “Padahal Kiai Khatib
mengajari saya hanya dua jam dalam sehari. Karena saya punya keinginan kuat
untuk bisa membaca Alquran dengan baik, Allah memberikan kemudahaan dan
kecerdasan kepada saya,” ujarnya. Di pesantren itu ia juga mempelajari
ilmu-ilmu agama dan sejarah Islam.
Dua tahun di pesantren, Nababan pulang kampung di
Tapanuli Utara. Ia ingin sekali berjumpa dengan orangtua dan
saudara-saudaranya. Maklum, selama hampir empat tahun ia tak pernah satu
kalipun berkirim surat. Keluarganya bahkan mengira ia sudah meninggal. Selama
ia mencari kebenaran Islam, ia memang sengaja tidak memberi kabar kepada
keluarga. Begitu tiba di kampung, dan tahu bahwa Nababan sudah muslim, orangtua
dan saudara-saudaranya kaget. Ia langsung kena damprat habis-habisan.
Leli Yuheni
Karena sering diintimidasi oleh kakak kandungnya, ia
pindah ke kota lain. Dan sejak itu ia berdakwah dari kota ke kota: Padang,
Lampung, bahkan sampai ke Dili. Sampai akhirnya ia ke Jakarta. Suatu hari,
seseorang menyarankan agar ia belajar bahasa Arab di Pondok Pesantren Darul
Rahman, Jakarta. Di sini ia diterima oleh KH Syukron Makmun dengan suka cita.
Ia mendapat bimbingan langsung dari Kyai Syukron selama setahun. Setelah itu ia
kembali pulang kampung untuk berdakwah. Di sana pula ia memperoleh jodoh
seorang muslimah, Leli Yuheni Hasibuan, alumni Universitas Islam Sumatera
Utara. Maka diboyonglah isteri tercinta ke Jakarta.
Suatu hari timbul keinginan dalam hatinya untuk belajar
agama ke Timur Tengah. Ia pun mendatangi Kedutaan Besar Arab Saudi; dan disarankan
belajar di Lembaga Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Universitas Ibnu Suud
di Salemba, Jakarta. Ia diterima sebagai mahasiwa tingkat isti’dati
(pra-universitas) selama tiga tahun. Belakangan ia mendapat beasiswa dan hadiah
menunaikan ibadah haji pada 1997. “Ibadah haji ini betul-betul hadiah dari
Allah. Di depan Ka’bah saya menangis. Dulu saya pernah mendengar cerita bahwa
di atas Ka’bah ada salib Yesus. Ternyata tidak benar. Yang ada hanya
burung-burung yang beterbangan,” kata Nababan.
Selama menunaikan ibadah haji, ia tak pernah mendapat
cobaan berat, melainkan justru banyak memperoleh kemudahan. Ia merasa seperti
di Indonesia, karena di mana-mana ia berjumpa dengan orang Indonesia. “Dalam
hati saya bertekad, usai ibadah haji saya akan terus mengembangkan dakwah,
terutama kepada keluarga dan masyarakat pada umumnya,” katanya lagi. Pulang
haji, ia membuktikan janjinya dengan berdakwah dari satu tempat ke tempat lain.
Sebagian besar waktunya semata hanya untuk berdakwah.
Suatu malam, beberapa bulan lalu, ia bermimpi ketemu Rasulullah. Ia
bermimpi salat di Mesjidil Haram, makmum kepada seseorang. Usai salat dan
berdoa, banyak orang berteriak bahwa sang imam itu adalah Rasulullah. Tak
menyia-nyiakan kesempatan, ia langsung bersalaman dan mencium tangan
Rasulullah. Tapi, sang Rasul menarik tangannya. “Ketika itu saya lihat Rasul
berperawakan tinggi, berjanggut tebal, mengenakan sorban. Seluruh tubuhnya
sangat harum,” tuturnya dengan penuh haru.
Wisma Mualaf
kmm.uny.web.id |
Usai salat, masih dalam satu mimpi, Nababan berziarah ke tiga makam yang tidak ia kenal. Setelah membaca surat Yasin, tiba-tiba terlihat tiga jenazah muncul di permukaan makam dengan posisi terbaring. Jenazah yang di tengah mencoba duduk. Ketika itu ia mendengar ada yang berbisik bahwa itu adalah jenazah Rasulullah. Wajahnya sangat cerah, janggutnya tebal. “Setelah itu saya terjaga karena mendengar azan subuh,” tutur Nababan. Baginya, mimpi itu suatu kenikmatan yang luar biasa. “Tidak ada jaminan setelah bermimpi ketemu dengan Rasul lalu orang menjadi baik. Semua tergantung pada perilaku kita sendiri,” ujarnya.
Saat ini Nababan merasa masih punya PR (pekerjaan rumah).
Orangtua dan kedua kakak serta seorang adiknya belum Islam, sementara dua
adiknya sudah muslim sejak dua tahun lalu. Namun, berkat kesabaran dan sering
bersilaturahmi ke kampung halaman, akhirnya orangtuanya dapat menerima kembali
Nababan dengan baik. Nababan berusaha memuliakan ibundanya dengan membawa
beliau ke Jakarta. Di Jakarta ia mengontrakkan sebuah rumah buat ibunya.
“Dalam Islam, kita diwajibkan berbakti kepada orangtua meski kita berbeda
agama sekalipun,” kata Nababan kepada ibundanya. “Jika saya konsisten
mengantungkan diri kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan sesuatu yang
terbaik. Tapi, seandainya ibu belum masuk Islam sampai akhir hayatnya, maka
sebagai orang beriman saya menilai itu sebagai takdir Allah. Tapi, saya sudah
berusaha membawanya ke jalan kebenaran,” kata Nababan lagi.
Ada obsesi Nababan yang ingin sekali dicapainya. Pertama,
membangun sebuah wisma khusus untuk kaum mualaf, lebih khusus bagi mualaf yang
diusir keluarga atau diperhentikan dari pekerjaannya. Kedua, membangun
pesantren khusus kaum dhuafa dan anak yatim. Ketiga, ingin menghafal Alquran
secara keseluruhan. Keempat, ingin menjadi ulama yang alim.
Para pembaca, mari kita berdoa bersama-sama, semoga semua obsesi Ustaz
Nababan dikabulkan oleh Allah. Amin.
Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah Islam Alkisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar