Dalam
usaha bakmi, kini Bakmi Tebet sudah menjadi pemimpin pasar. Gerai waralabanya mencapai
seratus lebih dan bahkan akan merambah ke mancanegara.
www.ciputraentrepreneurship.com |
Bakmi
Tebet di Mekah ini akan tercatat sebagai cabang yang ke 103 dari gerai
waralaba, “Bakmi Langgara” dan “Bakmi Tebet”, yang kini menjamur di Jakarta dan
wilayah sekitarnya. Bahkan, telah merambah Palembang, Bandar Lampung, Bandung, Cirebon,
Yogyakarta, Tasikmalaya, dan Cilegon. Semua itu terjadi hanya dalam waktu empat
tahun.
Pemilik
gerai waralaba “Bakmi Langgara” dan “Bakmi Tebet”, Dr. Ir. H. Wahyu Saidi, Msc,
mentargetkan omset restoran di Tanah Suci itu pada musim haji saja akan
melebihi total omset yang ada di Indonesia.
Untuk bisa membuka cabang di Arab
Saudi, Insinyur Teknik Sipil dan penyabet gelar S2 Teknik Industri di Institut
Teknologi Bandung (ITB) ini, sengaja mengandeng pengusaha Indonesia yang sudah
menetap di sana. “Kalau pesaing berbicara tentang Singapura dan Australia, saya
sebaliknya sebagai seorang muslim sudah mentargetkan Mekah untuk memperkuat
identitas saya,” ujar Wahyu, penyandang program doktor bidang manajemen
pendidikan di Universitas Negeri Jakarta ini, penuh semangat.
Selain untuk memperkuat identitas
muslim, Wahyu juga punya tujuan yang sangat mulia: ingin mengumrahkan seluruh
karyawannya. Kebetulan dalam dua tahun ini, ia sudah mengumrahkan empat
karyawan. Sejak September 2004 lalu, ia makin bertekad membuka cabang di Mekah.
“Nah, kalau setiap tahun hanya dua, sementara saya punya 600 karyawan, maka
butuh waktu 300 tahun. Karena itu di hadapan karyawan, saya pernah meminta
untuk berdoa semoga Bakmi Tebet bisa buka cabang di Mekah sehingga sebagian di
antara mereka minimal bisa umrah, syukur bisa beribadah haji,” kata suami dari
Dra. Sofia Hartati, Msi, ini.
masakmasakmasak.wordpress.com |
Rencananya,
delapan karyawan akan berangkat ke Tanah Suci pada Agustus nanti. Targetnya
dalam waktu dua tahun, ada 50 karyawan berada di Arab Saudi. “Setiap tahun atau
dua tahun sekali mereka akan diganti sehingga sebagian besar karyawan saya
minimal bisa menjalankan umrah,” ungkap Wahyu, optimis.
Selain
ekspansi di Arab Saudi, Wahyu sedang menjajagi untuk membuka gerai di Malaysia,
tepatnya di Kuala Lumpur dan Kucing. “Insya Allah dalam waktu dekat akan
teralisir. Kalau ada yang mengajak kerjasama di Australia atau negara lain,
saya juga bersedia. Tapi, saya belum berdoa ke arah sana. Mungkin, setelah
Malaysia saya membayangkan ke arah Vietnam, Kamboja serta Papua Nugini karena
bakmi saya adalah bakmi kelas menengah,” ujar Wahyu, yang sering melafazkan
Asmaul Husna di mana saja berada.
Kisah
sukses pria kelahiran Palembang pada 24 Oktober 1962 ini, bermula ketika krisis
ekonomi melanda tanah air. Saat itu, ia menjabat sebagai manager pembangunan
jalan tol Pondok Indah - Jagorawi. Ia juga turut membangunan jalan tol sejajar
Kalimalang, Jakarta Timur yang kini masih menyisakan 61 pilar. Perusahaan jalan
layang tempatnya bekerja gulung tikar. Ia pun langsung keluar dari pekerjaan.
Wahyu lalu putar otak guna menyambung kehidupan yang makin buram.
Awalnya,
ia mencoba usaha agribisnis, menanam cabe dan buncis. Gagal. Antara lain karena
salah menggunakan pupuk. Ia kemudian mencoba beternak ayam. Gagal juga. Tak
putus asa, Wahyu mencoba peruntungan di bisnis makanan. Kebetulan ia hobi makan,
maka kloplah sudah. Mula-mula ia membuka lepau ikan patin. Sayangnya, perkembangan
kedainya yang terletak di jalan Pemuda, Jakarta Timur, hanya mendapatkan
pemasukan sekitar Rp 150 - Rp 200 ribu saja per hari.
Meski
berpendapatan minim, ada pelajaran yang bisa dipetik Wahyu dari membuka lepau
ikan patin. “Bisnis makanan ternyata cukup menggiurkan dari segi keuntungan.
Pasalnya, untung dari jualan makanan bisa 100 persen dari modal yang kita
keluarkan. Bisnis makanan sesungguhnya bisa dipilih untuk ditekuni,” tekad
Wahyu.
Wahyu
kembali memutar otak lebih keras. Ia mencari jenis makanan yang punya prospek
bagus. “Tapi, jangan bisnis lepau ikan patin karena orang hanya makan ikan
patin pada siang dan malam hari saja. Lagi pula, hanya orang dewasa yang
mengkonsumsi ikan patin. Setidaknya orang yang bekerja di kantor.”
Tidak
Pilih Buku
Ia
kemudian menetapkan kriteria: makanan yang disukai semua orang dan bisa dimakan
pada pagi, siang, maupun malam hari. Ia mulai membuat daftar di sehelai kertas.
Isinya memuat semua jenis makanan. Setelah diseleksi, pilihannya jatuh pada
bakmi. Padahal saat itu, ia tidak bisa mengolah dan memasak bakmi.
![]() |
ebookunduhgratis.blogspot.com |
Didorong
tekad yang sangat besar, Wahyu berhasil menyabet rahasia bumbu bakmi GM dan 33
jenis hidangan lain melalui marketing
intelligent (intelejen pasar), “Saya menghabiskan uang sekitar Rp 200
juta,” kata Wahyu. Harga mahal untuk sebuah resep kelezatan bakmi.
Pada
tahun 2001, ia mulai membuka gerai bakmi di Menara Kadin, Jakarta Pusat. Gerai
itu diberi nama Bakmi Langgara, hasil inspirasi dari tulisan Prof. Dr. Alwi
Shihab yang membawa soal langgar sebagai tempat ibadah umat Islam. “Bukankah
bisnis juga bisa dijadikan sarana ibadah?” kata Wahyu, retoris.
Hasil
penjualan bakmi ini ternyata sangat bagus. Kemudian menyusul di lokasi RS.
Persahabatan, Jakarta Timur. Gerai ini diberi nama Bakmi Tebet, nama lokasi
cukup elit yang bernuansa Jakarta.
Awalnya
Bakmi Langgara diposisikan untuk konsumen kelas menengah atas, sedang Bakmi Tebet
untuk khalayak menengah bawah. Sayang, usaha membidik dua segmen yang berbeda
kandas. Positioning kedua nama itu
lambat laun berbaur. Akhirnya Wahyu menetapkan keduanya sama-sama pada segmen
kelas menengah.
Guna
mewujudkan mimpi dan obsesi besarnya berhasil – mengalahkan dominasi pengusaha
bakmi etnis Cina nonmuslim – Wahyu membuat system waralaba. “Hanya dengan biaya
Rp 60 juta, Anda Insa Allah sudah bisa membuka cabang Bakmi Langgara atau Bakmi
Tebet,” ungkap Wahyu setengah promosi.
Tidak
heran, hanya dalam waktu empat tahun,
gerai waralaba Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet sudah lebih dari seratus buah. Shani,
karyawan Cacang Iskandar, salah satu etnis Cina muslim pembeli waralaba Bakmi Tebet
di pertokohan Taman Harapan Baru, Bekasi, mengaku dalam sehari bisa memperoleh
Rp 1,3 juta. Bila Sabtu dan Minggu malah bisa mencapai Rp 2 juta. Padahal,
gerai waralabanya baru buka pada 27 Agustus 2004 lalu.
Jalan
Pinggir
Dalam
mengembangkan Waralaba, Wahyu menggunakan buah pikiran strategi militer Cina
klasik, Soen Tzu, yang menyerang lawan lewat jalan pinggir. “Kalau langsung
menyerang ke tengah, Anda pasti akan dihajar dari berbagai macam,” tegas Wahyu.
Kunci
utama kesuksesan Wahyu dalam berbisnis, ternyata mulai dari yang ada, bukan
mulai dari yang kecil. Artinya, harus berani mengubah mental dan mulai saat ini
juga. Jangan menunggu. Tidak hanya itu, harus ada keberanian untuk memulai:
berani bersaing, berani berubah, berani berbeda, mengintip peluang, fokus
terhadap produk, dan memilih lokasi yang tepat.
Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah Islam Firdaus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar