Ia
ingin mati dalam kondisi khusnul khotimah. Wafat dalam keadaan baik. Happy
ending.
Ibarat membaca buku, riwayat
hidup mantan Direktur Utama Asabri, Mayjen TNI (Purn) Subarda Midjaja sudah
memasuki bab-bab terakhir alias hampir tamat. Usianya sudah lebih dari 68 tahun
pada 2007 ini. la bersyukur pada Tuhan yang memberinya umur panjang. Melampaui
rata-rata tingkat harapan hidup orang Indonesia yang 65 tahun.
Jenderal anti-narkoba
ini juga bersyukur di usianya yang sudah senja ini tetap bugar. Kesehatannya
relatif baik. Tidak ada penyakit berat seperti jantung, lever atau diabetes,
paling keluhan flu dan batuk biasa. Namun, ia selalu siaga sebagaimana ajaran
agama yang diyakininya. Islam mengajarkan bahwa ajal bisa datang kapan saja.
Setiap saat maut bisa menjemput. Siap atau tidak siap.
Justru karena sadar hidupnya
sudah memasuki episode akhir, ia ingin mati dalam kondisi khusnul khotimah.
Wafat dalam keadaan baik. Happy ending.
gempitar.blogspot.com |
Kasus Henry Leo yang
menyelewengkan dana Asabri sebesar Rp 410 milyar dan melibatkan Subarda seperti
ganjalan. Polisi sudah menyatakan tidak terbukti korupsi seperti dituangkan
dalam SKPP Mabes Polri. Sedangkan orang yang pernah menuduhnya, orang-orang
yang melaporkannya ke polisi, kini sudah menanggung akibat dari fitnah yang
pernah dilakukannya. Subarda sendiri, Alhamdullillah, baik-baik saja.
Meskipun secara fisik tidak
berpengaruh, hati Subarda remuk redam. la masih belum terbebas dari stigma
koruptor. Padahal, secara hukum dan faktanya, dia bukanlah koruptor. Tapi the
demage has been done, kehancuran telah terjadi. Ia telah dibunuh secara
perdata. Pihak-pihak tertentu telah melakukan character assassination terhadap
lelaki halus dan santun ini.
Dan, itu tidak pernah
berhenti. Seakan tidak senang melihat Subarda hidup tenang menikmati masa
tuanya.Tuduhan demi tuduhan datang. Terakhir datang dari Puspom TNI pada
Agustus 2006 lalu. Entah siapa lagi yang melaporkan dan menuduhnya. Tapi,
lagi-lagi semua tuduhan itu tidak terbukti. Pemeriksaan Puspom mentok karena
memang Subarda bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Dokumen-dokumen yang
dimilikinya, yang dikira pihak lain sudah raib, sekali lagi membebaskannya dari
segala tuduhan. Kejahatan Henry Leo yang membuat Subarda tersangkut hukum,
menjadi pelajaran berharga. "Saya menjadi merasa sangat yakin bahwa Allah
itu Maha Adil dan Maha Tahu terhadap segala perbuatan yang telah dilakukan
hambanya," ujar Subarda.
![]() |
domery |
Jika kepada Tuhan ia bisa
mempertanggungjawabkan segala sesuatunya, namun tidak mudah kepada manusia.
Manusia penuh persepsi dan prasangka. Jika sudah ada prasangka, kebenaran
apapun sulit diterima. Apa saja yang dikatakan Subarda, pasti dianggap sebagai
pembelaan diri.
Sulit sekali mengubah
keyakinan orang-orang yang dibelenggu prasangka. Meski dijadikan keranjang sampah,
Subarda tidak mau ngomong. "Dan, itulah kehebatannya," ungkap anggota
Komisi I DPR RI, Boy W Saul.
Namun, setelah hampir
sepuluh tahun ia bungkam untuk tidak mengungkapkan kasus ini karena
diperintahkan atasannya, atas dorongan untuk membersihkan ternyata lebih kuat
dari perintah untuk tutup mulut itu.
Subarda kini memutuskan
untuk bicara. Ia bertekad untuk melawan. "Saya takut mati dicap sebagai
koruptor," katanya dalam buku memoarnya yang diberi judul: "Kasus
Asabri, Subarda Bicara" yang ditulis wartawan senior Antara, Akhmad
Kusaeni dan Domery Alpacino.
Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di
majalah HealtNews, Juli 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar