Laman

Senin, 01 Januari 2007

Takut Dicap Koruptor

Ia ingin mati dalam kondisi khusnul khotimah. Wafat dalam keadaan baik. Happy ending.

Ibarat membaca buku, riwayat hidup mantan Direktur Utama Asabri, Mayjen TNI (Purn) Subarda Midjaja sudah memasuki bab-bab terakhir alias hampir tamat. Usianya sudah lebih dari 68 tahun pada 2007 ini. la bersyukur pada Tuhan yang memberinya umur panjang. Melampaui rata-rata tingkat harapan hidup orang Indonesia yang 65 tahun. 

Jenderal anti-narkoba ini juga bersyukur di usianya yang sudah senja ini tetap bugar. Kesehatannya relatif baik. Tidak ada penyakit berat seperti jantung, lever atau diabetes, paling keluhan flu dan batuk biasa. Namun, ia selalu siaga sebagaimana ajaran agama yang diyakininya. Islam mengajarkan bahwa ajal bisa datang kapan saja. Setiap saat maut bisa menjemput. Siap atau tidak siap.


Justru karena sadar hidupnya sudah memasuki episode akhir, ia ingin mati dalam kondisi khusnul khotimah. Wafat dalam keadaan baik. Happy ending.

gempitar.blogspot.com
Kasus Henry Leo yang menyelewengkan dana Asabri sebesar Rp 410 milyar dan melibatkan Subarda seperti ganjalan. Polisi sudah menyatakan tidak terbukti korupsi seperti dituangkan dalam SKPP Mabes Polri. Sedangkan orang yang pernah menuduhnya, orang-orang yang melaporkannya ke polisi, kini sudah menanggung akibat dari fitnah yang pernah dilakukannya. Subarda sendiri, Alhamdullillah, baik-baik saja.

Meskipun secara fisik tidak berpengaruh, hati Subarda remuk redam. la masih belum terbebas dari stigma koruptor. Padahal, secara hukum dan faktanya, dia bukanlah koruptor. Tapi the demage has been done, kehancuran telah terjadi. Ia telah dibunuh secara perdata. Pihak-pihak tertentu telah melakukan character assassination terhadap lelaki halus dan santun ini.

Dan, itu tidak pernah berhenti. Seakan tidak senang melihat Subarda hidup tenang menikmati masa tuanya.Tuduhan demi tuduhan datang. Terakhir datang dari Puspom TNI pada Agustus 2006 lalu. Entah siapa lagi yang melaporkan dan menuduhnya. Tapi, lagi-lagi semua tuduhan itu tidak terbukti. Pemeriksaan Puspom mentok karena memang Subarda bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Dokumen-dokumen yang dimilikinya, yang dikira pihak lain sudah raib, sekali lagi membebaskannya dari segala tuduhan. Kejahatan Henry Leo yang membuat Subarda tersangkut hukum, menjadi pelajaran berharga. "Saya menjadi merasa sangat yakin bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Tahu terhadap segala perbuatan yang telah dilakukan hambanya," ujar Subarda.


domery
Jika kepada Tuhan ia bisa mempertanggungjawabkan segala sesuatunya, namun tidak mudah kepada manusia. Manusia penuh persepsi dan prasangka. Jika sudah ada prasangka, kebenaran apapun sulit diterima. Apa saja yang dikatakan Subarda, pasti dianggap sebagai pembelaan diri.

Sulit sekali mengubah keyakinan orang-orang yang dibelenggu prasangka. Meski dijadikan keranjang sampah, Subarda tidak mau ngomong. "Dan, itulah kehebatannya," ungkap anggota Komisi I DPR RI, Boy W Saul.

Namun, setelah hampir sepuluh tahun ia bungkam untuk tidak mengungkapkan kasus ini karena diperintahkan atasannya, atas dorongan untuk membersihkan ternyata lebih kuat dari perintah untuk tutup mulut itu.

Subarda kini memutuskan untuk bicara. Ia bertekad untuk melawan. "Saya takut mati dicap sebagai koruptor," katanya dalam buku memoarnya yang diberi judul: "Kasus Asabri, Subarda Bicara" yang ditulis wartawan senior Antara, Akhmad Kusaeni dan Domery Alpacino.

Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah HealtNews, Juli 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar