Karena banyak
keistimewaannya, teknologi berbasis methanol atau hydrogen ini sering disebut
sebagai microchip di bidang energi.
catacel.com |
BADAN Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) terus mengembangkan energi alternative. Bekerjasama
dengan lembaga riset dan universitas, baik dalam maupun dari berbagai negara,
badan ini melakukan pengkajian soal fuel
cell.
Fuel cell
adalah sel penghasil listrik berbahan bakar cair seperti methanol dan hydrogen,
yang pada awalnya ditemukan Francis Bacon (1904-1992). Kedua bahan bakar cair
ini, selain ramah lingkungan lingkungan, juga mampu dikembangkan sebagai sumber
energi dengan kekuatan yang ruar biasa
besar.
inhabitat.com |
Ada banyak kelebihan dari energi fuel cell berbahan bakar hydrogen. Selain memiliki sifat yang transportable, ramah lingkungan, juga
punya efisiensi tinggi.
Menurut
Ketua Pembina Konsorsium Fuell Cell Indonesia, Agus Hartanto, keistimewaan
energi fuel cell tidak menimbulkan
polusi, tidak berisik atau bunyi dan dapat dikonversi menjadi energi dengan
daya yang besar. Energi ini juga cocok digunakan pada kendaraan bermotor, alat
komunikasi, rumah tangga, dan power plant
besar.
Karena
banyak keistimewaannya, teknologi berbasis methanol atau hydrogen sering
disebut sebagai microchip di bidang energi. Apalagi, energi ini berpeluang memberikan
perubahan yang besar dalam konsep penggunaan energi. Pasalnya, makin hari
penggunaan sumber energi berbahan bakar minyak makin mahal dan jumlahnya makin
menurun. Bahkan, teknologi material fuel
cell kini telah dikembangkan prototipenya oleh BPPT bidang teknologi
mineral dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pengembangan
itu mencakup dua tipe, yaitu direct
methanol fuel cell (DMFC) dan polymer
electrode fuel cell (PEFC). Meski pada prinsipnya sama, yang membedakan
kedua tipe ini, yaitu dari bahan bakar yang digunakan dan kekuatan listrik yang
dihasilkan.
Direct methanol fuel cell adalah rancangan sumber energi yang bahan bakarnya
berupa methanol. Sedangkan polymer
electrode fuel cell menggunakan bahan bakar hydrogen.
www.easternct.edu |
Dari
segi kekuatan, direct methanol fuel cell
dirancang untuk kebutuhan perangkat mobile
device yang memiliki daya kecil, sedangkan polymer electrode fuel cell dirancang untuk kebutuhan dengan daya
yang cukup besar.
Menurut
Doktor Eniya Listiani, peneliti pengembangan teknologi material fuel cell, berharap penelitian yang telah berjalan
beberapa tahun ini mampu mengembangkan membrane elektrolit (ME) yang kuat
dengan dengan daya lebih besar. Pasalnya, bagian yang sangat penting dalam fuel cell adalah membrane elektrolit. Bahkan
BPPT sendiri menargetkan pada 2015 sudah dapat membuat ME berkapasitas satu
kilowatt sehingga dapat digunakan untuk suplai listrik rumah tangga.
Dalam
satu unit fuel cell terdiri atas dua
lembar electrode dan elektrolit. Tegangan yang diperoleh dari satu buah sel
tunggal ini berkisar 1 volt, sama dengan sel kering. Agar mampu menghasilkan tegangan
tinggi, sel tersebut bisa disusun secara seri atau pararel. Semakin banyak
kumpulan sel yang dirangkai, semakin besar kekuatan yang mampu disuplai.
Rangkaian ini disebut stack. Guna
membuat stack, sel dibutuhkan sel
tunggal, juga diperlukan sel separator.
Agar
jenis fuel cell bisa digunakan pada
telepon seluler, diperlukan beberapa sel tunggal. Sebaliknya, untuk penggunaan
rumah tangga diperlukan 20 atau lebih, sedangkan untuk mobil diperlukan paling
sedikit 250 sel tunggal. Makin lebih banyak, tentu saja daya dorongnya makin
besar.
Bila
teknologi ini mampu dikembangkan, kemungkinan emisi polusi rumah kaca dapat ditekan.
Pasalnya, energi fuel cell sangat
ramah lingkungan dan hasil reaksi akhirnya hanya berupa air. Tak berpolusi,
bukan?
Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah Teknologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar