Tanah masam, selain
menyebabkan tanah tidak subur, tanaman juga tidak bisa berkembang dan akan
lebih cepat mati.
www.duajurai.com707 × 400 |
HASIL kajian Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan dan Sumber Daya Pertanian (BBPPSDP) sangat
mengejutkan, khususnya dalam soal lingkungan pertanian di Lampung dan Jambi. Penurunan produksi
pertanian hingga mencapai 50 persen dari keadaan normal. Bahkan, sampai terjadi
penurunan kesuburan tanah dan erosi yang mengakibatkan pada kebutuhan pupuk
yang makin meningkat. Apa soal? Ternyata, lahan pertanian tersebut yang
merupakan lahan gambut makin menjadi masam.
Gambut
adalah tanah yang mengandung bahan organic lebih dari 30 persen, sedangkan
lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 sentimeter.
Lahan yang ketebalan gambutnya kurang dari 50 sentimeter bisa juga disebut
lahan bergambut.
![]() |
pengertian-definisi.blogspot.com |
Karena
itulah, lahan bergambut kaya akan bahan organic dan cukup subur untuk ditanami
berbagai tanaman. Sayangnya, lahan ini sering tergenang air sehingga hanya
jenis tanaman tertentu bisa tumbuh.
Seiring
berjalannya waktu, lahan gambut pasang surut ternyata dapat berubah menjadi
tanah sulfat masam. Perubahan ini didasarkan pada ketebalan dan kandungan dasar
mineral tersebut.
Menurut
peneliti BBPPSDP, Wening Enggraini, pada kondisi tanah yang benar-benar sulfat
masam, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Gejala ini dapat dilihat dengan
terjadinya klorosis, defisiensi nutrisi dan tanaman menjadi kerdil. Tanah
masam, selain menyebabkan tanah tidak subur, tanaman juga tidak bisa berkembang
dan akan lebih cepat mati.
Tanah
masam sendiri dapat terbentuk karena cara pengolahan yang tidak terkontrol.
Akibat system pengairan yang buruk, dapat menyebabkan pencucian tanah
berlebihan, sehingga lapisan tanah organic akan tergerus dan meninggalkan
kandungan pirit (FeS2) yang teroksidasi dan berubah menjadi sulfat
masam.
Di
daerah tropis seperti Indonesia,
iklim yang panas dengan curah hujan tinggi sering mengakibatkan terjadinya
proses pelapukan mineral batuan dan unsure hara lebih cepat. Proses tanpa ada pengaturan
yang baik ini, akan melepaskan unsur-unsur organic terlarut air lebih cepat dan
hanya menyisakan produk akhir mineral tahan lapuk, tidak subur dan bersifat
racun bagi tanaman.
Menurut
pengajar ilmu tanah IPB, Heru Bagus Pulunggono, kandungan Al (alumunium) yang
terlalu tinggi saja, menyebabkan tanah menjadi terlalu masam.
Kondisi
tanah semacam ini disebut sebagai tanah Oxisols. Sedangkan bentuk senyawa Al
yang beracun bagi akar tanaman adalah Almonomeric. Senyawa ini akan makin
meningkat daya afinitasnya bila pH yang ada semakin rendah.
Daerah
Pakuan Ratu, Lampung, misalnya, walaupun proses pencucian dan pelapukan
berjalan sinergis, tanah Oxisols didominasi mineral hidrous oksida besi atau
alumunium dan kaolinit. Mineral-mineral tersebut mempunyai daya kohesi,
plastisitas, kapasitas memuai, dan tukar kation yang rendah.
Pada
akhirnya sifat ini akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah yang berakibat
pada penyerapan unsur hara. Muatan total tanah yang terlalu rendah—karena
terlalu asam—tanaman akan sulit menyerap unsure hara, sehingga berakibat
pertumbuhan tanah tidak normal alias kerdil. Apalagi, jika unsure hara sudah
tercuci, tanaman bakal tidak bisa tumbuh.
Tanah
Oxisols juga pada umumnya mempunyai tekstur yang liat. Dalam kondisi alami,
sifat agregat tanah ini hampir menyerupai sifat fisik pasir. Tentu saja,
kondisi ini akan berakibat air cepat mengalir ke bawah dan tidak sempat ditahan
tanah dan tanaman.
Tapi,
jangan khawatir tanah masam akan selamanya tidak berfungsi. Menurut Heru, untuk menggantikan tanah yang telah berubah
menjadi sulfat masam, dapat dilakukan beberapa cara, antara lain, dengan
pengapuran, penambahan dan pemupukan unsure yang kekurangan atau menyubstitusi
dengan tanah yang baru. Hasilnya? Lampung, khususnya di tanah masam Desa
Buminabung, Lampung Tengah berhasil melakukan inovasi teknologi kedelai dan
berhasil meningkatkan produktivitasnya hingga 50 persen lebih. Tanah di desa
ini sejatinya masuk dalam agroekosistem kering yang asam.
Sebaliknya,
di area yang sama dengan kondisi asam, hanya mampu memproduksi 0,9 ton kedelai
per hectare. Setelah melalui inovasi penanaman kedelai, hampir dua ton per
hectare dihasilkan.
Sayangnya,
pengetahuan yang kurang dan melemahnya penyuluhan melalui kelompok tani
menyebabkan mereka tidak mampu memahami kondisi tanah yang buruk dan perlu
dilakukan perbaikan. Memang, tidak mudah untuk melihat kondisi tanah dalam
keadaan masam atau tidak.
Domery/BPPT
Catatan: Pernah dimuat di majalah Teknologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar