Laman

Jumat, 27 Oktober 2000

Gambut Masam Bisa Kembali Normal

Tanah masam, selain menyebabkan tanah tidak subur, tanaman juga tidak bisa berkembang dan akan lebih cepat mati.

 
www.duajurai.com707 × 400
HASIL kajian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan dan Sumber Daya Pertanian (BBPPSDP) sangat mengejutkan, khususnya dalam soal lingkungan pertanian di Lampung dan Jambi. Penurunan produksi pertanian hingga mencapai 50 persen dari keadaan normal. Bahkan, sampai terjadi penurunan kesuburan tanah dan erosi yang mengakibatkan pada kebutuhan pupuk yang makin meningkat. Apa soal? Ternyata, lahan pertanian tersebut yang merupakan lahan gambut makin menjadi masam.

Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organic lebih dari 30 persen, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 sentimeter. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang dari 50 sentimeter bisa juga disebut lahan bergambut.
pengertian-definisi.blogspot.com
Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan-bahan organic, seperti daun, ranting, semak-belukar dan lain-lain. Proses kimiawi secara alami ini berlangsung dalam kecepatan lambat dan anaerob.
Karena itulah, lahan bergambut kaya akan bahan organic dan cukup subur untuk ditanami berbagai tanaman. Sayangnya, lahan ini sering tergenang air sehingga hanya jenis tanaman tertentu bisa tumbuh.


Seiring berjalannya waktu, lahan gambut pasang surut ternyata dapat berubah menjadi tanah sulfat masam. Perubahan ini didasarkan pada ketebalan dan kandungan dasar mineral tersebut.
Menurut peneliti BBPPSDP, Wening Enggraini, pada kondisi tanah yang benar-benar sulfat masam, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Gejala ini dapat dilihat dengan terjadinya klorosis, defisiensi nutrisi dan tanaman menjadi kerdil. Tanah masam, selain menyebabkan tanah tidak subur, tanaman juga tidak bisa berkembang dan akan lebih cepat mati.
Tanah masam sendiri dapat terbentuk karena cara pengolahan yang tidak terkontrol. Akibat system pengairan yang buruk, dapat menyebabkan pencucian tanah berlebihan, sehingga lapisan tanah organic akan tergerus dan meninggalkan kandungan pirit (FeS2) yang teroksidasi dan berubah menjadi sulfat masam.
Di daerah tropis seperti Indonesia, iklim yang panas dengan curah hujan tinggi sering mengakibatkan terjadinya proses pelapukan mineral batuan dan unsure hara lebih cepat. Proses tanpa ada pengaturan yang baik ini, akan melepaskan unsur-unsur organic terlarut air lebih cepat dan hanya menyisakan produk akhir mineral tahan lapuk, tidak subur dan bersifat racun bagi tanaman.
Menurut pengajar ilmu tanah IPB, Heru Bagus Pulunggono, kandungan Al (alumunium) yang terlalu tinggi saja, menyebabkan tanah menjadi terlalu masam.
Kondisi tanah semacam ini disebut sebagai tanah Oxisols. Sedangkan bentuk senyawa Al yang beracun bagi akar tanaman adalah Almonomeric. Senyawa ini akan makin meningkat daya afinitasnya bila pH yang ada semakin rendah.
Daerah Pakuan Ratu, Lampung, misalnya, walaupun proses pencucian dan pelapukan berjalan sinergis, tanah Oxisols didominasi mineral hidrous oksida besi atau alumunium dan kaolinit. Mineral-mineral tersebut mempunyai daya kohesi, plastisitas, kapasitas memuai, dan tukar kation yang rendah.

Pada akhirnya sifat ini akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah yang berakibat pada penyerapan unsur hara. Muatan total tanah yang terlalu rendah—karena terlalu asam—tanaman akan sulit menyerap unsure hara, sehingga berakibat pertumbuhan tanah tidak normal alias kerdil. Apalagi, jika unsure hara sudah tercuci, tanaman bakal tidak bisa tumbuh.
Tanah Oxisols juga pada umumnya mempunyai tekstur yang liat. Dalam kondisi alami, sifat agregat tanah ini hampir menyerupai sifat fisik pasir. Tentu saja, kondisi ini akan berakibat air cepat mengalir ke bawah dan tidak sempat ditahan tanah dan tanaman.
Tapi, jangan khawatir tanah masam akan selamanya tidak berfungsi. Menurut Heru,  untuk menggantikan tanah yang telah berubah menjadi sulfat masam, dapat dilakukan beberapa cara, antara lain, dengan pengapuran, penambahan dan pemupukan unsure yang kekurangan atau menyubstitusi dengan tanah yang baru. Hasilnya? Lampung, khususnya di tanah masam Desa Buminabung, Lampung Tengah berhasil melakukan inovasi teknologi kedelai dan berhasil meningkatkan produktivitasnya hingga 50 persen lebih. Tanah di desa ini sejatinya masuk dalam agroekosistem kering yang asam.
Sebaliknya, di area yang sama dengan kondisi asam, hanya mampu memproduksi 0,9 ton kedelai per hectare. Setelah melalui inovasi penanaman kedelai, hampir dua ton per hectare dihasilkan.
Sayangnya, pengetahuan yang kurang dan melemahnya penyuluhan melalui kelompok tani menyebabkan mereka tidak mampu memahami kondisi tanah yang buruk dan perlu dilakukan perbaikan. Memang, tidak mudah untuk melihat kondisi tanah dalam keadaan masam atau tidak.

Domery/BPPT 
Catatan: Pernah dimuat di majalah Teknologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar