Laman

Kamis, 23 Juli 1998

Crony pun Bisa Dijerat

Crony Soeharto ternyata sebagian besar terlibat kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Mereka tidak lepas dari jerat hukum jika pihak kejaksaan memeriksa dengan sungguh-sungguh.


forum.kompas.com
Crony dalam bahasa Indonesia berarti teman atau shabat karib. Menurut  ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Bambang Poernomo, pengertian crony secara hokum sesungguhnya tidak ada. Crony kemudian berkembang sebagai orang-orang yang turut serta dalam pernyataan kejahatan dan permufakatan kejahatan. “Mereka yang sekarang dipanggil ke Kejaksaan Agung, itu sudah masuk dalam kategori crony Soeharto,” tegas Bambang.

Menurut sumber di Kejaksaan Agung (Kejagung) puluhan menteri “Kabinet Pembangunan”, pejabat tinggi lainnya selama rezim Orde Baru berkuasa, konglomerat dan beberapa anggota keluarga Soeharto tidak akan lepas untuk dimintai keterangan di Kejagung dalam kaitan KKN.


store.tempo.co
Bob Hasan, Tunky Ariwibowo, Hediyanto (bendahara Yayasan Dharmais), Sanyoto, Ginandjar, Sumarlin, Beddu Amang, Ricardo Gelael, Hutomo “Tommy” Mandala Putra, dan Marie Muhammad (16/12), termasuk mereka yang pernah dipanggil Kejagung. Boleh jadi mereka yang terbukti terlibat KKN, nantinya akan diseret ke pengadilan.
Dari sekian orang crony Soeharto tersebut baru tiga orang yang dijadikan tersangka, yaitu Tommy, Beddu Amang dan Ricardo. Mereka dinyatakan sebagai tersangka  dalam perkara tukar guling tanah gudang milik Bulog dan PT Goro Bhatara Sakti.

Mereka yang menyusul dipanggil dalam waktu dekat untuk dimintai keterangan, kemungkinan besar Bambang Kesowo dan Fuad Bawazir. “Paling tidak bisa dihitung dengan jari menteri yang tidak terlibat KKN, seperti Marie dan Giri Soeseno,” ungkap Sarwono Kusumaatmadja, suatu kali.

Menyusul berikutnya, Abdul Latief (terkait dengan penyalahgunaan dana PT Jamsostek sebesar Rp 3,1 miliar untuk menggoalkan RUU Ketenagakerjaan saat menjabat Menraker), Kardinal Mochtar (diduga korupsi saat menjabat Menteri Pekerjaan Umum), Intan Suweno, Haryono Suyono, Subiakto Tjakrawerdaya dan beberapa keluarga Soeharto lainnya, serta Om Liem dan Prayogo Pangestu. Malah tidak tertutup kemungkinan Abdul Gaofur dan Harmoko pun dapat kena jerat.

Cuma persoalannya, Harmoko, yang kini masih menjabat Ketua MPR/DPR akan sulit diperiksa. Sebab, ia masih menjabat sebagai ketua lembaga tertinggi Negara, yang tak dapat diperiksa Kejagung, sebuah lembaga di bawahnya. Jika nanti tidak lagi menduduki posisi tersebut, ia pun tak lepas dari jeratan hokum.

Domery Alpacino, laporan Hendaru
Catatan: Pernah dimuat di Tabloid politik Realitas, Juli 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar