Laman

Kamis, 29 Februari 1996

Ekonomi Kita Menderita

ibm-binus-3p.blogspot.com
Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Tunky Ariwibowo memang super sibuk akhir-akhir ini. Mantan direktur PT Krakatau Stell ini seperti takut kehabisan waktu sehingga mesti cepat-cepat merealisasikan efisiensi ekonomi, khususnya dalam industri (produksi) dan perniagaannya. “Kita harus konsisten karena Presiden juga mengingatkan kita harus  melaksanakan deregulasi agar bisa menggenjot ekspor nonmigas,” katanya seusai menghadap Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana, awal Februari lalu.
Keberanian Tunky melabrak pungutan resmi – leges bir di Bali hanya sebagai contoh kecil “otonomi daerah” karena Pemda Bali ingin menaikkan pendapatan Asli Daerah dari Rp 96 juta menjadi Rp 1 miliar — karena memang bisa mengurangi daya saing produk nasional di tengah era globalisasi. Sekali lagi, kepentingan nasional harus diutamakan. AFTA (Kawasan Dagang Bebas ASEAN) yang akan berlaku tahun 2003, dalam benak Tunky yang memimpin dua departemen (perindustrian dan perdagangan), tentu tak bisa dianggap masih lama.

www.balipost.co.id
Hanya kebetulan, kalau sikap Menperindag ini senada dengan pengusaha. Maklum, sarjana metalurgi yang pernah magang di Kanada ini pernah menjadi direktur utama sebuah BUMN besar. Lalu masuk menjadi birokrat pertama kali sebagai menteri muda perindustrian, hingga menjadi menteri perindustrian, dan sekarang menjadi Menperindag. Pantas kalau kemudian kalangan pengusaha kita menjulukinya “Menteri MITI” (di Jepang, Ministry of International Trade and Industry, yang bertanggung jawab atas keberhasilan ekspor di pasar global yang persaingannya ketat). Peran swasta dalam Industri dan perdangan di tanah air sudah membesar. Pemerintah tak mungkin sendirian mengamankan ekspor non migas. Harus ada peran serta swasta. Makanva, kalau Pengusaha eksportir resah, Tunky pasti ikut gundah.
Apakah pria kelahiran Malang, 13 Maret 1936, itu bisa mengulang prestasinya membangun proyek “babak belur” Krakatau Steel menjadi menguntungkan dalatm skala lebih besar? Berikut petikan wawancara wartawan TIRAS, Domery dengan Ir. Tunky Ariwibowo, Sabtu (10/2):
Bagaima latar belakang Anda, sehingga bertekad memberantas serbagai bentuk pungutan?
Membuat ekonomi kita lebih efisien.
Apa tujuan Anda memberantas berbagai pungutan itu?
Tujuannya untuk memenangkan persaingan.
Dalam rangka menghadapi AFTA?
Ya, supaya kita bersaing menghadapi AFTA, menghadapi APEC, dsb. Kan, ekonomi kita harus efisien. Caranya, ya memberantas pungutan-pungutan.
Apakah pengaruh pemberantasan pungutan nanti dalam penentuan harga produk akhir cukup besar?
Besar.
Berapa yang bisa dihemat bila pungutan dihapuskan?
Ya, tidak tahu. Kita tidak bisa menggeneralisir. Kan, tergantung dari barangnya, tergantung dari besarnya pungutan. Tidak bisa digeneralisasikan, karena setiap barang itu pungutannya lain-lain. Di daerah-daerah pungutannya lain-lain, di pusat juga pungutannya lain-lain. Jadi, tidak bisa digeneralisasikan.
Apakah Anda yakin habisnya pungutan akan meningkatkan daya saing ekspor non migas?
Yakin.
Yakin bagaimana?
Bahkan logis saja. Kalau pungutannya berkurang, perusahaan-perusahaan dapat lebih efisien, input dari barang-barang maupun ongkos dsb, menjadi berkurang. Kan, dia daya saingnya lebih tinggi. Jadi, logis saja.
Berapa target penerimaan ekspor non migas tahun anggaran 1996-1997 setelah adanya pemangkasan pungutan?
Target itu kan sudah ditetapkan pemerintah di dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), kan dilampirkan pada pidato Presiden tanggaI 4 Januari 1995, sudah ada. Saya tidak hafal, you cari data dari situ saja. Sesuai dengan APBN itu saja.
Pidato Presiden itu kan sudah dirancang agak lama, sementara pemangkasan pungutan baru-baru saja digulirkan?
Sebetulnya, saya berusaha menghilangkan pungutan itu sudah lama. Sejak kabinet ini kan, saya sudah tiap kali ngomong perkara pungutan. Saya keliling daerah-daerah yang dibicarakan perkara pungutan-pungutan, Momentumnya sekarang lebih bagus, dan kita lebih mcngintensifkan kegiatannya. Tapi, kalau usaha memangkas pungutan-pungutan, memangkas biaya-biaya tinggi sudah lama kita lakukan. Sekarang ini, kita intensifkan karena waktu untuk menghadapi AFTA makin lama makin dekat.
Jadi, arti momentum bagus sekarang ini dalam rangka menghadapi AFTA?
Ya, betul. Dan, AFTA itu kan tahun 2003. Sementara ini sudah tahun 1996, kan? Jadi. tinggal tujuh tahun lagi. Kalau kita tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, waktu kita habis. Dan, departemen saya sendiri sedang mempelopori dengan menghapuskan pungutan ekspor tekstil. Itu kan dampaknya besar sekali. Nah, cara begitu disambut masyarakat dunia usaha dengan baik. Kemudian masyarakat lebih menyadari bahwa pungutan bisa menghambat pertumbuhun ekonomi kita, Begitu seterusnya.
Catatan: Pernah dimuat di majalah Tiras 29 Februari 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar