Setelah sakit berat, lelaki bule itu memeluk Islam bersama isterinya.
Kini mereka hidup bahagia.
![]() |
anggunsugiarti.blogspot.com |
Ruang
tamunya yang menyatu dengan ruang tengah memberi kesan luas. Di salah satu sudutnya
bertengger lukisan burung-burung merak ukuran 2 x 1,5 meter persegi. Sebuah
patung artistik rupa setinggi satu meter berdiri tak jauh dari lukisan itu.
Meja kursi mungil berselimutkan kain warna putih melengkapi keasriannya.
Sementara lukisan Ka’bah ukuran 1,5 x 1 meter persegi menghiasi ruang tengah.
Di samping kanan ruang tengah terdapat ruang salat cukup luas, sekitar 4 x 7
meter persegi. Lantainya berselimutkan karpet indah dan bersih.
Di rumah besar bertingkat dua
itulah, Sulaiman bersama isterinya, Khumaerah, tinggal. “Alhamdulillah,
sekarang saya makin rajin menjalankan salat fardu dan salat-salat sunah
lainnya,” kata Sulaiman, warganegara Belanda yang nama aslinya Adrianus
Christianus Cornelis Van Meer alias Andre. Ia beristrikan perempuan Jawa asli
asli Yogyakarta.
Sepasang
suami istri yang baru setahun menyempurnakan agama dengan memeluk Islam ini, mengisi hari-harinya
dengan mengekspor satwa reptil seperti buaya, ular, kodok, tokek, cecak.
Kegiatan
bisnis di Desa Curug Gunung Sindur, Parung, Bogor. Di sana mereka menyewa lahan
seluas 4000 meter persegi untuk menampung dan menangkar sebagian satwa reptil
yang hendak diekspor ke Eropa atau Amerika. Mereka menggeluti bisnis itu sejak
1989 lalu. Sulaiman sendiri sudah melakukannya sejak lama, saat masih di
Belanda. “Alhamdulillah, reptil-reptil di Indonesia makin hari makin berlimpah
ibarat harta karun,” tambahnya bercanda.
Setelah
menjadi muslim, Allah tampaknya lebih membukakan rezeki bagi mereka dari sumber
yang tidak terduga, seperti termaktub dalam Al-Quran, surat Al-Talaq (2-3): Dan,
Ia membukakan rezeki baginya dari (sumber) yang tak diduga-duga.
rumah-yatim.com |
Beberapa
tahun terakhir ini, ketika mendapat rizki melimpah, mereka semakin sering
memuliakan anak yatim, antara lain dengan memanggil anak-anak yatim makan
bersama di rumah. Anak-anak yatim itu juga mereka beri santunan secukupnya.
Rupanya mereka cukup memahami surat Al-Ma’un, tidak ingin dimasukkan ke dalam
golongan orang yang mendustakan agama, yaitu orang-orang yang menggertak anak
yatim dan tidak memberi makan orang miskin. “Karena itu, saat peresmian
mushalla baru di kantor, kami juga mengundang puluhan anak yatim,” kata Nyonya
Sulaiman.
Bule Salat
Mushalla
untuk para karyawan itu baru dibangun beberapa bulan lalu, “agar mereka
bertambah rajin salat. Masa, orang bule yang baru memeluk Islam saja mulai
rajin salat, mereka yang sejak lahir sudah Islam tidak rajin salat?” ujar
Sulaiman. Sebelum paangan itu masuk Islam, juga sudah memberi waktu cukup
longgar kepada para karyawan menjalankan salat. “Mau salat atau tidak, itu
terserah mereka. Yang penting, saya memberi kebebasan untuk menjalankan salat
dan ibadah-ibadah lainnya,” katanya lagi.
Di tengah kesibukan bisnis,
Sulaiman dan isterinya menyempatkan diri mengikuti pengajian di beberapa majelis
taklim. Kadang di dekat rumah, kadang di masjid Al-Hakim atau Sunda Kelapa, di
Menteng, Jakarta Pusat. Perjalanan keluarga sakinah ini memang penuh warna.
Cahaya keislaman yang memancar dalam keluarga ini tentu tidak secara tiba-tiba,
melainkan melalui proses yang cukup berliku.
![]() |
kairupan-family.blogspot.com |
Sulaiman
lahir pada 26 Desember 1960 di Breda, Belanda. Ia anak bungsu dari dua
bersaudara pasangan Kees dan Fien yang masih Belanda totok. Ayahnya pensiunan
kontraktor, ibundanya seorang ibu rumahtangga. Sementara Khumaerah lahir pada 5
Maret 1965 di Yogyakarta. Saat kecil bernama Maria Margaretha Mimi Maryati,
anak kelima dari dua belas bersaudara yang dibesarkan dalam keluarga yang
beragama campuran. Said, ayahandanya, muslim sementara Sophia Ladinem,
ibundanya, seorang Katolik.
Sulaiman
alias Andre sendiri juga dibesarkan dalam keluarga Belanda Katolik yang taat.
“Meski orangtua saya membimbing anak-anaknya menjalankan ajaran Katolik, mereka
tidak terlalu fanatik,” tutur Andre mengenang. Sejak kecil tentu saja sering
diajak ke gereja, tapi ia tak mengerti apa yang dikhotbahkan oleh para pastor.
Meski
merasa kurang bisa memahami ajaran agama, ia selalu menjalankan norma-norma
yang terpuji yang berlaku di masyarakat: tidak mencuri, tidak melecehkan orang
lain, berbagi rizki dengan orang miskin. “Saya hanya mengandalkan akal sehat
dan norma-norma kehidupan serta kemanusiaan saja,” katanya.
Singkat
cerita, maka pergilah Andre ke Indonesia pada 1989. Dan pada suatu hari bertemu
dengan Mimi Maryati; saling jatuh cinta, lalu mereka pun menikahlah. Sebelum
menikah, mereka sempat bolak-balik ke gereja Santa Maria, di Lapangan Banteng,
Jakarta Pusat untuk mendapat izin menikah. Sebelum menikah, selama seminggu
mereka mendapat bimbingan agama dari seorang pastor. Maka pada 16 Mei 1992 mereka
pun resmi menikah.
Singkat
cerita, bisnis mereka semakin maju. Ketika itulah mertua Andre menderita sakit
gagal ginjal dan harus cuci darah dua kali seminggu di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta Pusat. “Saat itu saya dan Andre benar-benar konsentrasi
merawat ibu saya, meski akhirnya ibu saya meninggal dunia,” kenang Mimi sedih.
Dua minggu setelah sang ibu meninggal, rumah mereka
kebanjiran. Sebagian perabot rumahtangga di lantai bawah satu rusak berat tidak
bisa diselamatkan. Bangunannya pun mengalami hal sama, sementara sampah dan
Lumpur menumpuk di dalam rumah. Pendek kata, saat itu mereka dihantui rasa
takut luar biasa.
Kena Santet
kliniksupranatural.com |
Sudah
berulangkali Andre memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Puat. Ia juga pergi ke beberapa dokter
spesialis lain. Tapi, anehnya, para
dokter menyatakan Andre tidak terkena sakit apa-apa. Mereka bahkan penasaran
ingin mengetahui, mengapa tubuh dan jiwa pasiennya begitu menderita. Tak puas
dengan diagnosa dokter, Andre berobat ke beberapa paranormal. Tapi, hasilnya tetap
nihil. Tapi tiga bulan ia hanya tergolek di tempat tidur, tak bisa berbuat
apa-apa.
Meski
frustrasi, semangatnya untuk sembuh tetap saja membara. Ia terus mencari
informasi, dokter, tabib atau paranormal mana yang bisa menyembuhkannya. Suatu
hari istrinya mendapat informasi dari Zaki Afdad, pemilik toko material “Kurnia
Indah” di Parung, Bogor, ada seorang ustaz yang bisa menyembuhkan segala
penyakit, baik medis maupun nonmedis. Ia adalah Ustaz Mahmud Musa Sungkar. Maka
mereka pun segera menemui sang ustaz yang juga sering menyembuhkan para korban
narkoba.
Anehnya,
setiap kali Ustaz Musa memegang tubuh Andre sambil berdoa, rasa sakit paseien
itu berangsur pulih, tubuhnya terasa ringan. “Orang yang membuat sakit telah
mengincar Anda sejak lama. Saat fisikmu lemah atau kecapaian, penyakit itu
menyerang,” kata Andre menirukan ucapan Ustaz Musa. Karena santet itu rupanya
cukup kuat, Andre pun berobat ke Ustaz Musa beberapa kali. Tapi, anehnya lagi,
setiap kali hendak menemui Ustaz Musa, mereka seperti dihalang-halangi oleh
suatu kekuatan yang tak nampak.
Pada
kunjungan yang ketiga kalinya, kesehatan Andre semakin membaik.
Berangsur-angsur ia mulai bisa berdiri dan berjalan. Badannya mulai segar, rasa
sakit di seluruh tubuh mulai hilang, pikiran dan jiwanya kembali bersemangat.
Tapi di lain pihak, sebagian karyawannya mulai terserang penyakit yang jenisnya
hampir serupa.
Dalam
proses penyembuhan itulah, sepasang suami istri itu mulai akrab dengan Ustaz
Musa, dan mereka pun semakin ingin tahu sejauh mana kelihaian sang ustaz dalam
mengobati berbagai macam penyakit. “Ketika itu saya merasa ada sesuatu yang
kurang dalam hidup saya. Saya ingin membentengi diri dari berbagai penyakit
yang bisa menyerang secara tiba-tiba,” kata Andre.
Mereka juga penasaran, apa sebenarnya arti berbagai doa
yang dibaca oleh Ustaz Musa. Karena sang ustaz hanya menyatakan agar mereka
membaca Al-Quran, walaupun hanya melalui terjemahannya saja, mereka pun minta
kitab suci tersebut. “Mula-mula saya hanya ingin tahu penyakit apa yang
menimpa saya. Tapi, saya juga ingin tahu mengapa tanpa pakai alat-alat
kedokteran Ustaz Musa bisa mengobati penyakit. Hanya dengan doa dalam Al-Quran
saja. Sedang para dokter yang pakai peralatan kedokteran modern tak mampu
menyembuhkan penyakit saya,” ujar Andre.
Tak
diduga, Ustaz Musa memberi hadiah dua buah Al-Quran dan terjemahannya kepada
sepasang suami isteri itu. Sejak itu setiap hari mereka mempelajari dan
mendiskusikan ayat-ayat yang terjemahannya mereka baca bersama. Usai membaca
dan mempelajari terjemahan surat Al-Fatihah, mereka mempelajari terjemahan
surat Al-Ikhlas. Ketika itulah hati nurani
mereka membenarkan bahwa Allah itu esa, satu, tidak beranak, tidak
diperanakkan, dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya.
Allah Itu Esa
Belakangan, semakin mereka mempelajari ayat-ayat yang lain, semakin
bertambahlah iman mereka. “Setelah saya baca semua terjemahan Al-Quran, kok rasanya
sebagian ajaran Islam sudah saya jalani,” kata Andre. Tentu saja. Sebab, dua tahun sebelumnya
misalnya, mereka berdua pernah belajar berpuasa saat Ramadhan
tiba. Dan mereka mampu menjalankan puasa sebulan penuh. Mereka juga merasakan
kedamaian. “Setiap kali saya cuci muka, kok saya merasa seperti
berwudhu. Sejuk dan tenang rasanya,” tutur Mimi.
Pada suatu hari, 25 Januari 2003, mereka pun mengambil
keputusan sangat penting: masuk Islam. Mereka menuju masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta
Pusat, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat,
dibimbing oleh KH Syihabuddin Hamid, disaksikan oleh Ustaz Machmud Musa
serta puluhan jemaah. Sejurus kemudian, mereka berurai air mata. “Saya
menangis terharu karena suami saya sudah punya satu pegangan bahwa Allah itu
ada. Dulu dia itu tidak percaya bahwa Tuhan itu ada,” kenang Mimi, isterinya.
Sejak itu, nama baptis Andrianus Christianus diganti
dengan Sulaiman. Nama Sulaiman, seorang nabi yang sangat dekat dengan dunia
hewan, sengaja dipilih karena profesi Andre yang berbisnis binatang. Sedangkan
nama isterinya, Maria Margaretha Mimi Maryati, diganti dengan Khumaerah –
panggilan kesayangan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Aisyiah,
isterinya. “Nama-nama itu pemberian Ustaz Musa. Dan kami bangga menerimanya,”
kata mereka hampir bareng.
Sejak itu mereka belajar agama kepada ustaz Musa. Tapi,
Khumaerah bingung bagaimana caranya bisa membaca Al-Quran dengan cepat,
sementara usianya sudah semakin tua. “Ternyata setelah saya jalani, hanya
belajar dua tiga kali saja saya sudah bisa membaca dengan cukup fasih,”
katanya. Selain itu mereka tentu juga belajar salat. Mula-mula belajar wudhu, kemudian
mempelajari bacaan salat serta surat-surat Al-Quran yang pendek-pendek.
“Alhamdulillah, Allah SWT memberi kemudahan kepada kami,” ujar Khumaerah sambil
tak henti-hentinya bersyukur.
Kini,
meski belum dikaruniai keturunan, mereka hidup dalam berkah dan rahmat Allah,
sebuah keluarga yang sakinah alias berbahagia. Dalam mengarungi samudera
kehidupan, mereka hanya ingin selalu berserah diri kepada Allah. Setiap kali
berdoa mereka tidak mohon harta berlimpah atau bisnis lancar, misalnya,
melainkan mohon ridha, berkah, dan maghfirah, selamat dunia akhirat; mampu
mengakhiri kehidupan sebagai khusnul khatimah. Amin.
Domery Alpacino
Catatan: Pernah dimuat di majalah Islam
Alkisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar