Laman

Rabu, 23 Februari 2005

“Aku Ingin Meninggal dalam Husnul Khatimah”

Setelah 20 tahun mencari kebenaran, aktor El Manik akhirnya menemukan agama yang sangat diyakininya.


islamislogic.wordpress.com
KUMANDANG azan Maghrib sebentar lagi membelai langit Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Cahaya keemasan di ufuk barat belum tampak jelas. Namun, lelaki botak itu sudah masuk ke Mesjid Amir Hamzah di sudut belakang gedung Graha Bakti Budaya. Agaknya ia sangat memahami makna hadist, sebaik salat ialah salat pada waktunya.

Segera setelah azan usai, sekitar 40 orang jemaah serta-merta mendaulat “sang mualaf” itu menjadi imam salat. Sejenak ia tertegun. Tapi dua tiga detik kemudian, dengan tenang ia pun melangkah maju menuju mihrab. Dengan suara mantap ia mengalunkan ayat Kursi pada rekaat pertama dan surat Annas pada rekaat kedua. Cukup fasih dan lembut. Ia tiada lain adalah El Manik, actor terkenal itu.

Senin, 21 Februari 2005

Muslimah Salihah, Juara Qiraah

Muslimah keturunan Tionghoa ini bukan hanya menjadi guru mengaji. Ia bahkan berhasil menjadi juara pertama MTQ Nasional. 


USIA boleh tua. Tapi, dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, ia tak kalah dengan qariah yang lebih muda. Suaranya masih nyaring, jernih. Tak heran bila ia sering diundang pada acara pernikahan, selapanan, sunatan, peringatan hari-hari besar Islam untuk melantunkan kalam Ilahi. Seperti pada bulan Maulud ini, hampir setiap hari ia memenuhi undangan. Ia adalah Hajjah. Maesaroh, 53 tahun, perempuan keturunan Tionghoa pertama yang berhasil menjadi juara ketiga Musabaqah Tilawatil Quran tingkat Nasional di Jakarta (1986) dan juara pertama MTQ tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh RRI/TVRI (1982).
            “Kalau mendapat dua undangan untuk jam yang sama, salah satunya saya serahkan kepada anak perempuan saya. Kalau bukan anak pertama, ya anak kedua. Panitia yang mengundang juga sudah maklum. Sebab, anak-anak saya suaranya juga bagus. Mereka pernah juara pertama MTQ tingkat Kotamadya Jakarta Timur,” ujar Maesaroh. Kalau kebetulan undangannya tidak pada jam yang bersamaan, ia sering mengajak salah seorang anaknya untuk membacakan sari tilawah. “Dengan membacakan sari tilawah, hati jemaah semakin tergetar sehingga mereka tertarik membaca dan mengamalkan Al-Quran,” katanya.